Sabtu, 22 Juni 2013

Akibat Berenang Bugil




Hari itu, sekitar jam 12 siang, aku baru saja tiba di vilaku di puncak. Pak Imam, penjaga vilaku membukakan pintu garasi agar aku bisa memarkirkan mobilku. Pheew…akhirnya aku bisa melepaskan kepenatan setelah seminggu lebih menempuh UAS. Aku ingin mengambil saat tenang sejenak, tanpa ditemani siapapun, aku ingin menikmatinya sendirian di tempat yang jauh dari hiruk pikuk ibukota. Agar aku lebih menikmati privacy-ku maka kusuruh Pak Imam pulang ke rumahnya yang memang di desa sekitar sini. Pak Imam sudah bekerja di tempat ini sejak papaku membeli vila ini sekitar 7 tahun yang lalu, dengan keberadaannya, vila kami terawat baik dan belum pernah kemalingan. Usianya hampir seperti ayahku, 50-an lebih, tubuhnya tinggi kurus dengan kulit hitam terbakar matahari. Aku daridulu sebenarnya berniat mengerjainya, tapi mengingat dia cukup loyal pada ayahku dan terlalu jujur, maka kuurungkan niatku.

“Punten neng, kalau misalnya ada perlu, bapak pasti ada di rumah kok, tinggal dateng aja” pamitnya
Setelah Pak Imam meninggalkanku, aku membereskan semua bawaanku. Kulempar tubuhku ke atas kasur sambil menarik nafas panjang, lega sekali rasanya lepas dari buku-buku kuliah itu. Cuaca hari itu sangat cerah, matahari bersinar dengan diiringi embusan angin sepoi-sepoi sehingga membuat suasana rileks ini lebih terasa. Aku jadi ingin berenang rasanya, apalagi setelah kulihat kolam renang di belakang airnya bersih sekali, Pak Imam memang telaten merawat vila ini. Segera kuambil perlengkapan renangku dan menuju ke kolam.

Sesampainya disana kurasakan suasanya enak sekali, begitu tenang, yang terdengar hanya kicauan burung dan desiran air ditiup angin. Tiba-tiba muncul kegilaanku, mumpung sepi-sepi begini, bagimana kalau aku berenang tanpa busana saja, toh tidak ada siapa-siapa lagi disini selain aku lagipula aku senang orang mengagumi keindahan tubuhku. Maka tanpa pikir panjang lagi, aku pun melepas satu-persatu semua yang menempel di tubuhku termasuk arloji dan segala perhiasan sampai benar-benar bugil seperti waktu baru dilahirkan. Setelah melepas anting yang terakhir menempel di tubuhku, aku langsung terjun ke kolam. Aahh…enak sekali rasanya berenang bugil seperti ini, tubuh serasa lebih ringan. Beberapa kali aku bolak-balik dengan beberapa gaya kecuali gaya kupu-kupu (karena aku tidak bisa, hehe…)

20 menit lamanya aku berada di kolam, akupun merasa haus dan ingin istirahat sebentar dengan berjemur di pinggir kolam. Aku lalu naik dan mengeringkan tubuhku dengan handuk, setelah kuambil sekaleng coca-cola dari kulkas, aku kembali lagi ke kolam. Kurebahkan tubuhku pada kursi santai disana dan kupakai kacamata hitamku sambil menikmati minumku. Agar kulitku yang putih mulus ini tidak terbakar matahari, kuambil suntan oilku dan kuoleskan di sekujur tubuhku hingga nampak berkilauan. Saking enaknya cuaca di sini membuatku mengantuk, hingga tak terasa aku pun pelan-pelan tertidur. Di tepi kolam itu aku berbaring tanpa sesuatu apapun yang melekat di tubuhku, kecuali sebuah kacamata hitam. Kalau saja saat itu ada maling masuk dan melihat keadaanku seperti itu, tentu aku sudah diperkosanya habis-habisan.

Ditengah tidurku aku merasakan ada sesuatu yang meraba-raba tubuhku, tangan itu mengelus pahaku lalu merambat ke dadaku. Ketika tangan itu menyentuh bibir kemaluanku tiba-tiba mataku terbuka dan aku langsung terkejut karena yang kurasakan barusan ternyata bukan sekedar mimpi. Aku melihat seseorang sedang menggerayangi tubuhku dan begitu aku bangun orang itu dengan sigapnya mencengkram bahuku dan membekap mulutku dengan tangannya, mencegah agar aku tidak menjerit. Aku mulai dapat mengenali orang itu, dia adalah Muklas, si penjaga vila tetangga, usianya sekitar 30-an, wajahnya jelek sekali dengan gigi agak tonggos, pipinya yang cekung dan matanya yang lebar itu tepat di depan wajahku
“Sstt…mendingan neng nurut aja, di sini udah ga ada siapa-siapa lagi, jadi jangan macam-macam !” ancamnya
Aku mengangguk saja walau masih agak terkejut, lalu dia pelan-pelan melepaskan bekapannya pada mulutku
“Hehehe…udah lama saya pengen ngerasain ngent*t sama neng !” katanya sambil matanya menatapi dadaku
“ngent*t ya ngent*t, tapi yang sopan dong mintanya, ga usah kaya maling gitu !” kataku sewot

Ternyata tanpa kusadari sejak berenang dia sudah memperhatikanku dari loteng vila majikannya dan itu sering dia lakukan daridulu kalau ada wanita berenang di sini. Mengetahui Pak Imam sedang tidak di sini dan aku tertidur, dia nekad memanjat tembok untuk masuk ke sini. Sebenarnya aku sedang tidak mood untuk ngeseks karena masih ingin istirahat, namun elusannya pada daerah sensitifku membuatku BT (birahi tinggi).
“Heh, katanya mau merkosa gua, kok belum buka baju juga, daritadi pegang-pegang doang beraninya !” tantangku
“Hehe, iya neng abis tetek neng ini loh, montok banget sampe lupa deh” jawabnya seraya melepas baju lusuhnya
Badannya lumayan jadi juga, walaupun agak kurus dan dekil, penisnya yang sudah tegang cukup besar, seukuran sama punyanya si Wahyu, tukang air yang pernah main denganku (baca Tukang Air, Listrik, dan Bangunan).

Dia duduk di pinggir kursi santai dan mulai menyedot payudaraku yang paling dikaguminya, sementara aku meraih penisnya dengan tanganku serta kukocok hingga kurasakan penis itu makin mengeras. Aku mendesis nikmat waktu tangannya membelai vaginaku dan menggosok-gosok bibirnya.
“Eenghh…terus Klas…ooohh !” desahku sambil meremasi rambut Muklas yang sedang mengisap payudaraku.
Kepalanya lalu pelan-pelan merambat ke bawah dan berhenti di kemaluanku. Aku mendesah makin tidak karuan ketika lidahnya bermain-main di sana ditambah lagi dengan jarinya yang bergerak keluar masuk. Aku sampai meremas-remas payudara dan menggigit jariku sendiri karena tidak kuat menahan rasanya yang geli-geli enak itu hingga akhirnya tubuhku mengejang dan vaginaku mengeluarkan cairan hangat. Dengan merem melek aku menjambak rambut si Muklas yang sedang menyeruput vaginaku. Perasaan itu berlangsung terus sampai kurasakan cairanku tidak keluar lagi, barulah Muklas melepaskan kepalanya dari situ, nampak mulutnya basah oleh cairan cintaku.

Belum beres aku mengatur nafasku yang memburu, mulutku sudah dilumatnya dengan ganas. Kurasakan aroma cairan cintaku sendiri pada mulutnya yang belepotan cairan itu. Aku agak kewalahan dengan lidahnya yang bermain di rongga mulutku, masalahnya nafasnya agak bau, entah bau rokok atau jengkol. Setelah beberapa menit baru aku bisa beradapatasi, kubalas permainan lidahnya hingga lidah kami saling membelit dan mengisap. Cukup lama juga kami berpagutan, dia juga menjilati wajahku yang halus tanpa jerawat sampai wajahku basah oleh liurnya.
“Gua ga tahan lagi Klas, sini gua emut yang punya lu” kataku
Si Muklas langsung bangkit dan berdiri di sampingku menyodorkan penisnya. Masih dalam posisi berbaring di kursi santai, kugenggam benda itu, kukocok dan kujilati sejenak sebelum kumasukkan ke mulut.

Mulutku terisi penuh oleh penisnya, itu pun tidak menampung seluruhnya paling cuma masuk 3/4nya saja. Aku memainkan lidahku mengitari kepala penisnya yang mirip helm itu, terkadang juga aku menjilati lubang kencingnya sehingga tubuh pemiliknya bergetar dan mendesah-desah keenakan. Satu tangannya memegangi kepalaku dan dimaju-mundurkannya pinggulnya sehingga aku gelagapan.
“Eemmpp…emmphh…nngg…!!” aku mendesah tertahan karena nyaris kehabisan nafas, namun tidak dipedulikannya. Kepala penis itu berkali-kali menyentuh dinding kerongkonganku. Kemudian kurasakan ada cairan memenuhi mulutku. Aku berusaha menelan cairan itu, tapi karena banyaknya cairan itu meleleh di sekitar bibirku. Belum habis semburannya, dia menarik keluar penisnya, sehingga semburan berikut mendarat disekujur wajahku, kacamata hitamku juga basah kecipratan maninya.

Kulepaskan kacamata hitam itu, lalu kuseka wajahku dengan tanganku. Sisa-sisa sperma yang menempel di jariku kujilati sampai habis. Saat itu mendadak pintu terbuka dan Pak Imam muncul dari sana, dia melongo melihat kami berdua yang sedang bugil. Aku sendiri sempat kaget dengan kehadirannya, aku takut dia membocorkan semua ini pada ortuku.
“Eehh…maaf neng, bapak cuma mau ngambil uang bapak di kamar, ga tau kalo neng lagi gituan” katanya terbata-bata
Karena sudah tanggung, akupun nekad menawarkan diriku dan berjalan ke arahnya
“Ah…ga apa-apa Pak, mending bapak ikutan aja yuk !” godaku
Jakunnya turun naik melihat kepolosan tubuhku, meskipun agak gugup matanya terus tertuju ke payudaraku. Aku mengelus-elus batangnya dari luar membuatnya terangsang.

 

Akhirnya dia mulai berani memegang payudaraku, bahkan meremasnya. Aku sendiri membantu melepas kancing bajunya dan meraba-raba dadanya
“Neng, tetek neng gede juga yah…enak yah diginiin sama bapak ?”sambil tangannya terus meremasi payudaraku.
Dalam posisi memeluk itupun aku perlahan membuka celana panjangnya, setelah itu saya turunkan juga celana kolornya. Nampaklah kemaluannya yang hitam menggantung, jari-jariku pun mulai menggenggamnya. Dalam genggamanku kurasakan benda itu bergetar dan mengeras. Pelan-pelan tubuhku mulai menurun hingga berjongkok di hadapannya, tanpa basa-basi lagi kumasukkan batang di genggamanku itu ke mulut, kujilati dan kuemut-emut hingga pemiliknya mengerang keenakan
“Wah, Pak Imam sama majikan sendiri aja malu-malu !” seru si Muklas yang memperhatikan Pak Imam agak grogi menikmati oral seks-ku.

Muklas lalu mendekati kami dan meraih tanganku untuk mengocok kemaluannya. Secara bergantian mulut dan tanganku melayani kedua penis yang sudah menegang itu. Tidak puas hanya menikmati tanganku, sesaat kemudian Muklas pindah ke belakangku, tubuhku dibuatnya bertumpu pada lutut dan kedua tanganku. Aku mulai merasakan ada benda yang menyeruak masuk ke dalam vaginaku. Seperti biasa, mulutku menganga mengeluarkan desahan meresapi inci demi inci penisnya memasuki vaginaku. Aku disetubuhinya dari belakang, sambil menyodok, kepalanya merayap ke balik ketiak hingga mulutnya hinggap pada payudaraku. Aku menggelinjang tak karuan waktu puting kananku digigitnya dengan gemas, kocokanku pada penis Pak Imam makin bersemangat.

Rupanya aku telah membuat Pak Imam ketagihan, dia jadi begitu bernafsu memperkosa mulutku dengan memaju-mundurkan pinggulnya seolah sedang bersetubuh. Kepalaku pun dipeganginya dengan erat sampai kesempatan untuk menghirup udara segar pun aku tidak ada. Akhirnya aku hanya bisa pasrah saja disenggamai dari dua arah oleh mereka, sodokan dari salah satunya menyebabkan penis yang lain makin menghujam ke tubuhku. Perasaan ini sungguh sulit dilukiskan, ketika penis si Muklas menyentuh bagian terdalam dari rahimku dan ketika penis Pak Imam menyentuh kerongkonganku, belum lagi mereka terkadang memainkan payudara atau meremasi pantatku. Aku serasa terbang melayang-layang dibuatnya hingga akhirnya tubuhku mengejang dan mataku membelakak, mau menjerit tapi teredam oleh penis Pak Imam. Bersamaan dengan itu pula genjotan si Muklas terasa makin bertenaga. Kami pun mencapai orgasme bersamaan, aku dapat merasakan spermanya yang menyembur deras di dalamku, dari selangkanganku meleleh cairan hasil persenggamaan.

Setelah mencapai orgasme yang cukup panjang, tubuhku berkeringat, mereka agaknya mengerti keadaanku dan menghentikan kegiatannya.
“Neng, boleh ga bapak masukin anu bapak ke itunya neng ?” tanya Pak Imam lembut
Saya cuma mengangguk, lalu dia bilang lagi “tapi neng istirahat aja dulu, kayanya neng masih cape sih”
Aku turun ke kolam, dan duduk berselonjor di daerah dangkal untuk menyegarkan diriku. Mereka berdua juga ikut turun ke kolam, Muklas duduk di sebelah kiriku dan Pak Imam di kananku. Kami ngobrol sambil memulihkan tenaga, selama itu tangan jahil mereka selalu saja meremas atau mengelus dada, paha, dan bagian sensitif lainnya. Yang satu ditepis yang lain hinggap di bagian lainnya, lama-lama ya aku biarkan saja, lagipula aku menikmatinya kok.

“Neng, bapak masukin sekarang aja yah, udah ga tahan daritadi belum rasain itunya neng” kata Pak Imam mengambil posisi berlutut di depanku.
Dia kemudian membuka pahaku setelah kuanggukan kepala merestuinya, dia arahkan penisnya yang panjang dan keras itu ke vaginaku, tapi dia tidak langsung menusuknya tapi menggesekannya pada bibir kemaluanku sehingga aku berkelejotan kegelian dan meremas penis Muklas yang sedang menjilati leher di bawah telingaku.
“Aahh…Pak cepet masukin dong, udah kebelet nih !” desahku tak tertahan
Aku meringis saat dia mulai menekan masuk penisnya. Kini vaginaku telah terisi oleh benda hitam panjang itu dan benda itu mulai bergerak keluar masuk memberi sensasi nikmat ke seluruh tubuh.

“Wah…seret banget mem*knya neng, kalo tau gini udah daridulu bapak entotin” ceracaunya
“Brengsek juga lu, udah bercucu juga masih piktor, gua kira lu alim” kataku dalam hati
Setelah 15 menit dia genjot aku dalam posisi itu, dia melepas penisnya lalu duduk berselonjor dan manaikkan tubuhku ke penisnya. Dengan refleks akupun menggenggam penis itu sambil menurunkan tubuhku hingga benda itu amblas ke dalamku. Dia memegangi kedua bongkahan pantatku yang padat berisi itu, secara bersamaan kami mulai menggoyangkan tubuh kami. Desahan kami bercampur baur dengan bunyi kecipak air kolam, tubuhku tersentak-sentak tak terkendali, kepalaku kugelengkan kesana-kemari, kedua payudaraku yang terguncang-guncang tidak luput dari tangan dan mulut mereka. Pak Imam memperhatikan penisnya sedang keluar masuk di vagina seorang gadis 21 tahun, anak majikannya sendiri, sepertinya dia tak habis pikir betapa untungnya berkesempatan mencicipi tubuh seorang gadis muda yang pasti sudah lama tidak dirasakannya.

Goyangan kami terhenti sejenak ketika Muklas tiba-tiba mendorong punggungku sehingga pantatku semakin menungging dan payudaraku makin tertekan ke wajah Pak Imam. Muklas membuka pantatku dan mengarahkan penisnya ke sana
“Aduuh…pelan-pelan Klas, sakit tau…aww !” rintihku waktu dia mendorong masuk penisnya.
Bagian bawahku rasanya sesak sekali karena dijejali dua batang penis besar. Kami kembali bergoyang, sakit yang tadi kurasakan perlahan-lahan berubah menjadi rasa nikmat yang menjalari tubuhku. Aku menjerit sejadi-jadinya ketika Muklas menyodok pantatku dengan kasar, kuomeli dia agar lebih lembut dikit. Bukannya mendengar, Muklas malah makin buas menggenjotku. Pak Imam melumat bibirku dan memainkan lidahnya di dalam mulutku agar aku tidak terlalu ribut.

Hal itu berlangsung sekitar 20 menit lamanya sampai aku merasakan tubuhku seperti mau meledak, yang dapat kulakukan hanya menjerit panjang dan memeluk Pak Imam erat-erat sampai kukuku mencakar punggungnya. Selama beberapa detik tubuhku menegang sampai akhirnya melemas kembali dalam dekapan Pak Imam. Namun mereka masih saja memompaku tanpa peduli padaku yang sudah lemas ini. Erangan yang keluar dari mulutku pun terdengar makin tak bertenaga. Tiba-tiba pelukan mereka terasa makin erat sampai membuatku sulit bernafas, serangan mereka juga makin dahsyat, putingku disedot kuat-kuat oleh Pak Imam, dan Muklas menjambak rambutku. Aku lalu merasakan cairan hangat menyembur di dalam vagina dan anusku, di air nampak sedikit cairan putih susu itu melayang-layang. Mereka berdua pun terkulai lemas diantara tubuhku dengan penis masih tertancap.

 
Setelah sisa-sisa kenikmatan tadi mereda, akupun mengajak mereka naik ke atas. Sambil mengelap tubuhku yang basah kuyup, aku berjalan menuju kamar mandi. Eh…ternyata mereka mengikutiku dan memaksa ikut mandi bersama. Akhirnya kuiyakan saja deh supaya mereka senang. Disana aku cuma duduk, merekalah yang menyiram, menggosok, dan menyabuniku tentunya sambil menggerayangi. Bagian kemaluan dan payudaraku paling lama mereka sabuni sampai aku menyindir
“Wah…kok yang disabun disitu-situ aja sih, mandinya ga beres-beres dong, dingin nih” disambut gelak tawa kami.
Setelah itu, giliran akulah yang memandikan mereka, saat itulah nafsu mereka bangkit lagi, akupun kembali digarap di kamar mandi.

Hari itu aku dikerjai terus-menerus oleh mereka sampai mereka menginap dan tidur denganku di ranjang spring bed-ku. Sejak itu kalau ada sex party di vila ini, mereka berdua selalu diajak dengan syarat jangan sampai rahasia ini bocor. Aku senang karena ada alat pemuas hasratku, mereka pun senang karena bisa merasakan tubuhku dan teman-teman kuliahku yang masih muda dan cantik. Jadi ada variasi dalam kehidupan seks kami, tidak selalu main sama teman-teman cowok di kampus. Lain hari aku akan menceritakan bagaimana jahilnya aku mengerjai teman-teman kuliahku sehingga mereka jatuh ke tangan Pak Imam dan Muklas dan juga pengalaman-pengalamanku lainnya, harap sabar yah, soalnya kan aku juga sibuk tidak bisa menulis terus.


Jumat, 21 Juni 2013

Aku dipakai anak kost




Namaku Evita dan Suamiku Edo. Kami baru satu tahun melangsungkan perkimpoian, tapi belum ada pertanda aku hamil. Sudah kucoba berdua periksa siapa yang mandul cerita dewasa, tapi kata dokter semuanya subur dan baik-baik saja. Mungkin karena selama pacaran dulu kami sering ke Discotik, merokok dan sedikit mabuk. Itu kita lakukan setiap malam minggu selama tiga tahun, selama masa pacaran berlangsung.

Suamiku seorang sales yang hampir dua hari sekali pasti ke luar kota, bahkan kadang satu minggu di luar kota, karena rasa kasihannya terhadapku, maka dia berniat untuk menyekat rumahku untuk membuka tempat kost agar aku tidak merasa sendirian di rumah.

Mula-mula empat kamar tersebut kami kost-kan untuk cewek-cewek, ada yang mahasiswa ada pula yang karyawati. Aku sangat senang ada teman untuk ngobrol-ngobrol. Setiap suamiku pulang dari luar kota, pasti dibawakan oleh-oleh agar mereka tetap senang tinggal di rumah kami. Tetapi lama-kelamaan aku merasa makin tambah bising, setiap hari ada yang apel sampai larut malam, apalagi malam minggu, aduh bising sekali bahkan aku semakin iri pada mereka untuk kumpul bersama-sama satu keluarga. Begitu suamiku datang dari luar kota, aku menceritakan hal-hal yang tiap hari kualami, akhirnya kita putuskan untuk membubarkan tempat kost tersebut dengan alasan rumah mau kita jual. Akhirnya mereka pun pada pamitan pindah kost.

Bulan berikutnya kita sepakat untuk ganti warna dengan cara kontrak satu kamar langsung satu tahun khusus karyawan-karyawan dengan syarat satu kamar untuk satu orang jadi tidak terlalu pusing untuk memikirkan ramai atau pun pulang malam. Apalagi lokasi rumah kami di pinggir jalan jadi tetangga-tetangga pada cuek. Satu kamar diisi seorang bule berbadan gede, putih dan cakep. Untuk ukuran harga kamar kami langsung dikontan dua tahun dan ditambah biaya perawatan karena dia juga sering pulang malam.

Suatu hari suamiku datang dari luar kota, dia pulang membawa sebotol minuman impor dan obat penambah rangsangan untuk suami istri.
Suamiku bertanya, "Lho kok sepi-sepi aja, pada ke mana."
"Semua pada pulang karena liburan nasional, tapi yang bule nggak, karena perusahaannya ada sedikit lembur untuk mengejar target", balasku mesra.

Kemudian suamiku mengambil minumannya dan cerita-cerita santai di ruang tamu, "Nich sekali-kali kita reuni seperti di diskotik", kata suamiku, "Aku juga membawa obat kuat dan perangsang untuk pasangan suami istri, ntar kita coba ya.."
Sambil sedikit senyum, kujawab, "Kangen ya.. emang cuman kamu yang kangen.."
Lalu kamipun bercanda sambil nonton film porno.
"Nich minum dulu obatnya biar nanti seru.." kata suamiku.
Lalu kuminum dua butir, suamiku minum empat butir.
"Lho kok empat sih.. nanti over lho", kataku manja.
"Ach.. biar cepat reaksinya", balas suamiku sambil tertawa kecil.

Satu jam berlangsung ngobrol-ngobrol santai di ruang tamu sambil nonton film porno, kurasakan obat tadi langsung bereaksi. Aku cuma mengenakan baju putih tanpa BH dan CD. Kita berdua duduk di sofa sambil kaki kita diletakkan di atas meja. Kulihat suamiku mulai terangsang, dia mulai memegang lututku lalu meraba naik ke pahaku yang mulus, putih dan seksi. Buah dadaku yang masih montok dengan putingnya yang masih kecil dan merah diraihnya dan diremasnya dengan mesra, sambil menciumiku dengan lembut, perlahan-lahan suamiku membuka kancing bajuku satu persatu dan beberapa detik kemudian terbukalah semua pelapis tubuhku.

"Auh.." erangku, kuraba batang kemaluan suamiku lalu kumainkan dengan lidah, kukulum semuanya, semakin tegang dan besar. Dia pun lalu menjilat klitorisku dengan gemas, menggigit-gigit kecil hingga aku tambah terangsang dan penuh gairah, mungkin reaksi obat yang kuminum tadi. Liang kewanitaanku mulai basah, dan sudah tidak kuat aku menahannya. "Ach.. Mas masukin yuk.. cepat Mas.. udah pingin nich.." sambil mencari posisi yang tepat aku memasukkan batang kemaluannya pelan-pelan dan, "Blesss..", batang kemaluan suamiku masuk seakan membongkar liang surgaku. "Ach.. terus Mas.. aku kangen sekali..", dengan penuh gairah entah kenapa tiba-tiba aku seperti orang kesurupan, seperti kuda liar, mutar sana mutar sini. Begitu pula suamiku semakin cepat gesekannya. Kakiku diangkatnya ke atas dan dikangkangkan lebar-lebar.

Perasaanku aneh sekali, aku seakan-akan ingin sekali diperkosa beberapa orang, seakan-akan semua lubang yang aku punya ingin sekali dimasuki batang kemaluan orang lain. Seperti orang gila, goyang sana, goyang sini sambil membayangkan macam-macam. Ini berlangsung lama sekali dan kita bertahan seakan-akan tidak bisa keluar air mani. Sampai perih tapi asik sekali. Sampai akhirnya aku keluar terlebih dahulu, "Ach.. Mas aku keluar ya... udah nggak tahan nich.. aduh.. aduh.. adu..h.. keluar tiga kali Mas",, desahku mesra. "Aku juga ya.. ntar kamu agak pelan goyangnya.. ach.. aduh.. keluar nich.." Mani kental yang hangat banyak sekali masuk ke dalam liang kenikmatanku. Dan kini kita berada dalam posisi terbalik, aku yang di atas tapi masih bersatu dalam dekapan.

 
Kucabut liang kewanitaanku dari batang kemaluan suamiku terus kuoles-oleskan di mulut suamiku, dan suamiku menyedot semua mani yang ada di liang kewanitaanku sampai tetes terakhir. Kemudian kita saling berpelukan dan lemas, tanpa disadari suamiku tidur tengkurap di karpet ruang tamu tanpa busana apapun, aku pun juga terlelap di atas sofa panjang dengan kaki telentang, bahkan film porno pun lupa dimatikan tapi semuanya terkunci sepertinya aman.

Ketika subuh aku terbangun dan kaget, posisiku bugil tanpa sehelai benang pun tetapi aku telah pindah di kamar dalam, tetapi suamiku masih di ruang tamu. Akhirnya perlahan-lahan kupakai celana pendek dan kubangunkan suamiku. Akhirnya kami mandi berdua di kamar mandi dalam. Jam delapan pagi saya buatkan sarapan dan makan pagi bersama, ngobrol sebentar tentang permainan seks yang telah kami lakukan tadi malam. Tapi aku tidak bertanya tentang kepindahan posisi tidurku di dalam kamar, tapi aku masih bertanya-tanya kenapa kok aku bisa pindah ke dalam sendirian.

Sesudah itu suamiku mengajakku mengulangi permaina seks seperti semalam, mungkin pengaruh obatnya belum juga hilang. Aku pun disuruhnya minum lagi tapi aku cuma mau minum satu kapsul saja. Belum juga terasa obat yang kuminum, tiba-tiba teman suamiku datang menghampiri karena ada tugas mendadak ke luar kota yang tidak bisa ditunda. Yah.. dengan terpaksa suamiku pergi lagi dengan sebuah pesan kalau obatnya sudah bereaksi kamu harus tidur, dan aku pun menjawabnya dengan ramah dan dengan perasaan sayang. Maka pergilah suamiku dengan perasaan puas setelah bercinta semalaman.

Dengan daster putih aku kembali membenahi ruang makan, dapur dan kamar-kamar kost aku bersihkan. Tapi kaget sekali waktu membersihkan kamar terakhir kost-ku yang bersebelahan dengan kamar tidurku, ternyata si bule itu tidur pulas tanpa busana sedikit pun sehingga kelihatan sekali batang kemaluan si bule yang sebesar tanganku. Tapi aku harus mengambil sprei dan sarung bantal yang tergeletak kotor yang akan kucuci.

Dengan sangat perlahan aku mengambil cucian di dekat si bule sambil melihat batang kemaluan yang belum pernah kulihat secara dekat. Ternyata benar seperti di film-film porno bahwa batang kemaluan bule memang besar dan panjang. Sambil menelan ludah karena sangatlah keheranan, aku mengambil cucian itu.

Tiba-tiba si bule itu bangun dan terkejut seketika ketika melihat aku ada di kamarnya. Langsung aku seakan-akan tidak tahu harus berkata apa.
"Maaf tuan saya mau mengambil cucian yang kotor", kataku dengan sedikit gugup.
"Suamimu sudah berangkat lagi?" jawabnya dengan pelan dan pasti. Dengan pertanyaan seperti itu aku sangat kaget. Dan kujawab, "Kenapa?".
Sambil mengambil bantal yang ditutupkan di bagian vitalnya, si bule itu berkata, "Sebelumnya aku minta maaf karena tadi malam aku sangat lancang. Aku datang jam dua malam, aku lihat suamimu tidur telanjang di karpet ruang tamu, dan kamu pun tidur telanjang di sofa ruang tamu, dengan sangat penuh nafsu aku telah melihat liang kewanitaanmu yang kecil dan merah muda, maka aku langsung memindahkan kamu ke kamar, tapi tiba-tiba timbul gairahku untuk mencoba kamu. Mula-mula aku hanya menjilati liang kewanitaanmu yang penuh sperma kering dengan bau khas sperma lelaki. Akhirnya batang kemaluanku terasa tegang sekali dan nafsuku memuncak, maka dengan beraninya aku meniduri kamu."

Dengan rasa kaget aku mau marah tapi memang posisi yang salah memang diriku sendiri, dan kini terjawablah sudah pertanyaan dalam benakku kenapa aku bisa pindah ke ruang kamar tidurku dan kenapa liang kewanitaanku terasa agak sakit
"Trus saya.. kamu apain", tanyaku dengan sedikit penasaran
"Kutidurin kamu dengan penuh nafsu, sampai mani yang keluar pertama kutumpahkan di perut kamu, dan kutancapkan lagi batanganku ke liang kewanitaanmu sampai kira-kira setengah jam keluar lagi dan kukeluarkan di dalam liang kewanitaanmu", jawab si bule.
"Oic.. bahaya nich, ntar kalo hamil gimana nich", tanyaku cemas.
"Ya.. nggak pa-pa dong", jawab si bule sambil menggandengku, mendekapku dan menciumku.

Kemudian dipeluknya tubuhku dalam pangkuannya sehingga sangat terasa batang kemaluannya yang besar menempel di liang kewanitaanku. "Ach.. jangan dong.. aku masih capek semalaman", kataku tapi tetap saja dia meneruskan niatnya, aku ditidurkan di pinggir kasurnya dan diangkat kakiku hingga terlihat liang kewanitaanku yang mungil, dan dia pun mulai manjilati liang kewanitaanku dengan penuh gairah. Aku pun sudah mulai bernafsu karena pengaruh obat yang telah aku minum sewaktu ada suamiku.

"Auh.. Jhon.. good.. teruskan Jhon.. auh". Satu buah jari terasa dimasukkan dan diputar-putar, keluar masuk, goyang kanan goyang kiri, terus jadi dua jari yang masuk, ditarik, didorong di liang kewanitaanku. Akhirnya basah juga aku, karena masih penasaran Jhon memasukkan tiga jari ke liang kewanitaanku sedangkan jari-jari tangan kirinya membantu membuka bibir surgaku. Dengan nafsunya jari ke empatnya dimasukkan pula, aku mengeliat enak. Diputar-putar hingga bibir kewanitaanku menjadi lebar dan licin. Nafsuku memuncak sewaktu jari terakhir dimasukkan pula.

"Aduh.. sakit Jhon.. jangan Jhon.. ntar sobek.. Jhon.. jangan Jhon", desahku sambil mengeliat dan menolak perbuatannya, aku berusaha berdiri tapi tidak bisa karena tangan kirinya memegangi kaki kiriku. Dan akhirnya, "Blesss.." masuk semua satu telapak tangan kanan Jhon ke dalam liang kewanitaanku, aku menjerit keras tapi Jhon tidak memperdulikan jeritanku, tangan kirinya meremas payudaraku yang montok hingga rasa sakitnya hilang. Akhirnya si bule itu tambah menggila, didorong, tarik, digoyang kanan kiri dengan jari-jarinya menggelitik daging-daging di dalamnya, dia memutar posisi jadi enam sembilan, dia menyumbat mulutku dengan batang kemaluannya hingga aku mendapatkan kenikmatan yang selama ini sangat kuharapkan.

"Auch.. Jhon punyamu terlalu panjang hingga masuk di tenggorokanku.. pelan-pelan aja", ucapku tapi dia masih bernafsu. Tangannya masih memainkan liang kewanitaanku, jari-jarinya mengelitik di dalamnya hingga rasanya geli, enak dan agak sakit karena bulu-bulu tangannya menggesek-gesek bibir kewanitaanku yang lembut. Ini berlangsung lama sampai akhirnya aku keluar.
"Jhon.. aku nggak tahan.. auch.. aouh.. aku keluar Jhon auch, aug.. keluar lagi Jhon.." desahku nikmat menahan orgasme yang kurasakan.
"Aku juga mau keluar.. auh.." balasnya sambil mendesah.

 
Kemudian tangannya ditarik dari dalam liang kewanitaanku dan dia memutar berdiri di tepi kasur dan menarik kepalaku untuk mengulum kemaluannya yang besar. Dengan sangat kaget dan merasa takut, kulihat di depan pintu kamar ternyata suamiku datang lagi, sepertinya suamiku tidak jadi pergi dan melihat peristiwa itu. Aku tidak bisa berbuat apa-apa, kupikir sudah ketahuan, telanjur basah, aku takut kalau aku berhenti lalu si bule tahu dan akhirnya bertengkar, tapi aku pura-pura tidak ada sesuatu hal pun, si bule tetap kukulum sambil melirik suamiku, takut kalau dia marah.

Tapi ternyata malah suamiku melepas celana dan mendekati kami berdua yang sudah tengang sekali, mungkin sudah menyaksikan kejadian ini sejak tadi. Dan akhirnya si bule kaget sekali, wajahnya pucat dan kelihatan grogi, lalu melepas alat vitalnya dari mulutku dan agak mudur sedikit. Tapi suamiku berkata, "Terusin aja nggak pa-pa kok, aku sayang sama istriku.. kalau istriku suka begini.. ya terpaksa aku juga suka.. ayo kita main bareng". Akhirnya semua pada tersenyum merdeka, dan tanpa rasa takut sedikit pun akhirnya si bule disuruh tidur telentang, aku tidur di atas tubuh si bule, dan suamiku memasukkan alat vitalnya di anusku, yang sama sekali belum pernah kulakukan. Dengan penuh nafsu suamiku langsung memasukkan batang kemaluannya ke dalam anusku. Karena kesulitan akhirnya dia menarik sedikit tubuhku hingga batang kemaluan si bule yang sudah masuk ke liang kewanitaanku terlepas, suamiku buru-buru memasukkan batang kemaluannya ke liang kewanitaanku yang sudah basah, di goyang beberapa kali akhirnya ikut basah, dan dicopot lagi dan dimasukkan ke anusku dan.. "Blesss..", batang kemaluan suamiku menembus mulus anusku. "Aduh.. pelan-palan Mas..", seruku.

Kira-kira hampir setengah jam posisi seperti ini berlangsung dan akhirnya suamiku keluar duluan, duburku terasa hangat kena cairan mani suamiku, dia menggerang keenakan sambil tergeletak melihatku masih menempel ketat di atas tubuh si bule. Akhirnya si bule pun pindah atas dan memompaku lebih cepat dan aku pun mengerang keenakan dan sedikit sakit karena mentok, kupegang batang kemaluan si bule yang keluar masuk liang kewanitaanku, ternyata masih ada sisa sedikit yang tidak dapat masuk ke liang senggamaku. Suamiku pun ikut tercengang melihat batang kemaluan si bule yang besar, merah dan panjang. Aku pun terus mengerang keasyikan, "Auh.. auh.. terus Jhon.. auh, keluarin ya Jhon.."

Akhirnya si bule pun keluar, "Auch.. keluar nich.." ucapnya sambil menarik batang kemaluannya dari liang kewanitaanku dan dimasukkan ke mulutku dan menyembur juga lahar kental yang panas, kutelan sedikit demi sedikit mani asin orang bule. Suamiku pun ikut menciumku dengan sedikit menjilat mani orang asing itu. Kedua lelaki itu akhirnya tersenyum kecil lalu pergi mandi dan tidur siang dengan puas. Sesudah itu aku menceritakan peristiwa awalnya dan minta maaf, sekaligus minta ijin bila suatu saat aku ingin sekali bersetubuh dengan si bule boleh atau tidak. "Kalau kamu mau dan senang, ya nggak apa-apa asal kamu jangan sampai disakiti olehnya". Sejak saat itupun bila aku ditinggal suamiku, aku tidak pernah merasa kesepian. Dan selalu dikerjain oleh si bule.

Senin, 20 Mei 2013

Antara Cinta dan Dosa



Sore itu selepas pulang kantor, Dony nampaknya seperti linglung. Rupanya ia sedang kesal atas sikap rekan sekerjanya cerita dewasa terbaru tadi ketika meeting dengan dewan direksi membahas program yang ia ajukan.

Pada saat tanya jawab, salah seorang manager dari bagian keuangan yang bernama Ratna mengajukan berbagai pertanyaan yang menyudutkan dan cenderung menjegal semua ide-idenya. Dony menganggap semua itu sama sekali tidak relevan dengan apa yang ia presentasikan. Ia heran kenapa wanita itu selalu saja beroposisi dengannya dan selalu mempersulit setiap urusan yang ada kaitannya dengan unit kerja wanita itu.

Dony sendiri tak tahu kenapa sebabnya ia bersikap seperti itu padanya. Ia mengira-ngira apakah ini karena ia tak pernah begitu memperhatikannya padahal lelaki-lelaki lain di kantorku berlomba-lomba untuk menarik perhatian wanita yang selalu berpenampilan trendy dan menjurus seksi ini. Dony pun tak memungkiri bahwa Ratna merupakan wanita yang menarik, cantik dan pintar. Awalnya Dony tertarik juga kepadanya namun setelah melihat orangnya agak sombong dan meremehkan lelaki-lelaki yang mencoba mendekatinya, ia jadi kurang respek hingga akhirnya lebih banyak menghindar darinya.

Pikiran Dony masih tak karuan, matanya menatap kosong ke arah jalanan dari balik kaca mobilnya. Ia bingung sendiri. Mobilnya meluncur dengan kecepatan sedang tanpa arah. Jalanan yang biasa ia lalui menuju rumah telah kelewatan sejak tadi. Pulang ke rumah juga mau ngapain, pikir Dony. Anak dan istri lagi pulang kampung selama liburan sekolah ini. Katanya ingin berlibur di rumah kakek dan neneknya.

Tiba-tiba Dony membelokkan mobinya ke arah suatu tempat yang nampaknya seperti sebuah hotel. Nampak di pelataran parkir berjejer mobil-mobil mewah. Dony segera memarkirkan mobilnya di sana lalu turun dan berjalan ke sebuah bar yang terletak di samping lobby hotel itu. Ia langsung masuk.

Terdengar suara hingar bingar musik yang memekakan telinga begitu pintu terbuka. Dony berjalan tanpa melirik ke kiri kanan dan langsung duduk di sebuah kursi bar.

"Gin tonic in the rock," pintanya tanpa pikir panjang kepada bartender.

Ia sendiri sebenarnya kaget juga mendengar ucapan dari mulutnya, padahal sudah bertahun-tahun sejak sebelum menikah ia tak pernah lagi menyentuh minuman beralkohol. Tetapi kenapa tiba-tiba ia memesan minuman seperti itu?

"Malam Boss," sapa bartender itu dengan ramah sambil menyodorkan minuman pesanannya.
"Malam," balas Dony seraya meraih gelas dan langsung menenggaknya sampai habis lalu menyodorkan lagi kepada bartender untuk minta tambah.

Bartender itu tersenyum melihat tingkah Dony. Rupanya ia sudah terbiasa melihat tingkah orang-orang seperti Dony ini di barnya.

"Suntuk kayaknya malem ini ya Boss," katanya cerita dewasa mencoba untuk mengajak ngobrol, sesuai dengan tugasnya sebagai bartender yang umumnya merupakan tempat untuk curhat bagi tamu-tamu bar.

"Yaaaahhhh.., gua lagi empet nich. Dari pada pusing lebih baik happy-happy aja dech," jawab Dony kembali meneguk gelas kedua. Kali ini minuman itu masih bersisa sedikit. Mukanya nampak mulai memerah, minuman beralkohol itu begitu cepat mempengaruhi kesadarannya.

Dony kembali ngobrol dengan bartender itu. Meskipun ucapan-ucapannya sudah ngaco, tetapi bartender itu masih tetap meladeninya dengan baik dan menambah kembali minuman di gelas Dony. Tanpa terasa telah 4 gelas diteguknya.

Obrolan mereka nampaknya semakin menghangat, terdengar gelak tawa mereka berkali-kali sehingga menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya. Begitu melihat keadaan Dony, orang-orang itu tersenyum-senyum maklum. Tetapi ada seorang wanita cantik yang duduk di pojok kafe itu sejak tadi memperhatikan tingkah laku Dony. Ia lalu bangkit dari duduknya dan datang menghampiri.

"Hai, kayaknya asyik banget ngobrolnya. Boleh dong bergabung," sapanya kepada Dony sambil menepuk-nepuk pundaknya dan duduk persis disampingnya.
Dony menengok kaget karena tepukan halus di pundaknya itu. Begitu matanya memandang wajah wanita itu, ia bertambah kaget. Sama sekali tak menyangka akan bertemu di tempat seperti ini..

"Oh! Hai," balas Dony tidak bersemangat begitu mengetahui wanita yang datang itu adalah Ratna. Wanita yang menjadi penghalang programnya di kantor tadi siang.

Melihat sikap Dony yang tidak bersahabat seperti itu, si bartender malah keheranan. Padahal mereka tadi sedang membicarakan apa yang akan dilakukan seandainya ada cewek cantik yang mau bergabung dengan mereka. Kini justru setelah ada cewek cantik dan seksi seperti itu malah dicuekin. Ia geleng-geleng kepala oleh sikap Dony yang menurutnya aneh.

"Rupanya suka juga nongkrong di sini, ya?" Tanya Ratna memulai pembicaraan.
"Ya begitulah...," jawab Dony datar sambil meminta tambah minumannya lagi.
"Jangan banyak-banyak, kamu sudah mabok lho," katanya kemudian memperingatkan.
"Emang nape?" tanya Dony sembari mendelik.

Ratna hanya tersenyum saja mendengar gaya omongan Dony yang lain dari pada biasanya. Maklum lagi mabok, demikian kata Ratna dalam hati.
"Jangan frustrasi gitu dong," ucap Ratna dengan lembut seraya mengelus pundak Dony.

Meski terdengar lembut ucapan itu, tapi di kuping Dony bagaikan suara geledek. Ia mulai mengungkit masalah yang sebenarnya ingin ia lupakan saat itu. Dipandangnya wajah Ratna dengan mata sedikit melotot.
"Hei, denger! Gua nich lagi happy-happy. Siapa bilang frustrasi? Nggak ada dech dalam kamus gua," jawab Dony sengit.

Giliran Ratna yang kini sengit begitu mendengar jawaban angkuh seperti itu. Ia jadi terpancing untuk memperpanjang persoalan mereka di kantor. Mereka akhirnya berdebat sengit, kalau saja si bartender tidak menengahinya tentunya mereka akan bertengkar hebat.
"Udah lah Boss," kata si bartender. "Nggak usah bertengkar, kita di sini khan buat senang-senang. Ngapain mesti ribut-ribut gitu, benar khan Non?" katanya kemudian kepada Ratna.

Dony diam tak menjawab. Dia hanya menunduk untuk kemudian meneguk kembali minumannya hingga habis. Ratna menghela nafas panjang untuk menenangkan dirinya yang sudah terpancing emosinya. Ia lalu memberi isyarat kepada si bartender untuk mengisi gelasnya dengan minuman yang sama. Ia pun menenggak minuman itu sekaligus seolah ingin mendinginkan hatinya yang panas. Sebenarnya ia tidak pernah minum minuman beralkohol seperti itu. Begitu minuman itu melewati tenggorokannya, ia rasakan tubuhnya menjadi panas. Ia kegerahan. Lalu ia melepaskan blazernya.

Si bartender melirik kagum menyaksikan tubuh indah yang hanya berbalut tank-top tipis yang menempel ketat itu. Bola matanya sedikit mendelik melihat kain tipis yang sudah basah oleh keringat mencetak jelas bentuk payudaranya yang membusung indah itu. Meski penerangan di bar itu amat temaram, pandangannya masih sempat melihat tonjolan kecil mencuat nakal dari balik tank-top itu. No bra, man! Jerit si bartender dalam hati dengan senang.

"Apa loe liat-liat!" gertak Ratna saat memergoki mata nakal si bartender itu menggerayang ke arah dadanya.
"Sorry Non," katanya seraya mengalihkan pandangan dan bergeser ke dekat Dony lalu berbisik-bisik.

Mereka kemudian tertawa ngakak sambil sekali-sekali melirik ke arah Ratna. Melihat dirinya menjadi bahan tertawaan dan meski ia tidak mendengar apa yang mereka bisikkan, tetapi Ratna tahu persis apa yang sedang mereka tertawakan. Dengan kesal ia layangkan tinju ke arah pundak Dony.

"Eiiittt!" Dony buru-buru menangkap kepalan tangannya yang hendak mendarat di pundaknya. "Kok gua yang jadi sasaran?"
"Loe memang kurang ajar!" jerit Ratna dengan suara ditahan karena takut akan menjadi tontonan orang lain.
"Mestinya dia tuh..," kata Dony menengok ke arah si bartender. "Eh kemana dia? Akh sialan!" lanjutnya ketika melihat si bartender itu sudah berada jauh di ujung bar sedang melayani tamu lain. Ia melirik sebentar sambil tersenyum-senyum.

"Kamu nich kenapa? Morang-maring nggak karuan," lanjutnya. "Kita happy aja?"
"Bodo!" jawab Ratna ketus seraya menarik tangannya dari pegangan Dony.

Dony malah mempererat pegangannya. Ratna menarik-narik. Mereka akhirnya jadi tarik-tarikan. Tanpa sepengetahuan Ratna, mata Dony menangkap sesuatu yang begitu mengasyikan saat wanita itu berkutat melepaskan tangannya. Tubuhnya jadi berguncang-guncang sehingga membuat payudaranya yang nampak tidak memakai bra itu jadi ikut-ikutan berguncang. Berayun-ayun kesana kemari dengan indahnya. Dony menghela nafas untuk menenangkan goncangan di dadanya akibat pemandangan ini. Sementara matanya tak bisa dialihkan pandangannya dari sana. Pikirannya jadi menerawang dan berandai-andai seperti apa gerangan apabila bagian tersebut tak terhalang oleh kain tipis lagi. Bayangannya semakin jauh melayang.

"Idih matanya sama kurang ajarnya!" kata Ratna sambil menjewer telinga Dony.
"Aduh, aduh...iya, ya...., ya," kata Dony kesakitan dan melepaskan pegangan tangannya.

Ratna segera menyilangkan kedua tangannya di atas dadanya. Dony mengalihkan pandangan matanya ke wajah Ratna. Nampak wajah itu memerah. Malu kali. Salah sendiri kenapa pake pakaian seperti itu, kata Dony dalam hati kesenangan. Namun ketika memandang wajah itu, Dony agak kesengsem juga. Dalam keadaan seperti itu kecantikannya semakin mempesona saja dimata Dony.
"Cantik sekali," ucap Dony perlahan sekali. ucapan itu keluar begitu saja tanpa disadari.

Meski suara itu amat perlahan dan tertimpali oleh suara musik di ruangan, namun Ratna sempat mendengarnya juga. Hatinya senang juga mendengar pujian yang terucap tanpa sengaja itu. Berarti tidak dibuat-buat. Entah kenapa jantungnya sempat berguncang juga. Kok jadi gini sich, cetus Ratna dalam hati malu dengan perasaannya sendiri.

"Berani amat ngomong gitu ama gua?" kata Ratna. Meski ucapannya masih kasar namun nadanya terdengar jauh lebih lembut dari sebelumnya.
"Memang kamu cantik kok," kata Dony menimpali semakin berani.

 
Dipandangnya mata Dony dengan penuh selidik. Kenapa ia jadi berbalik seperti itu? Apa dia masih juga ingin mempermainkan aku lagi? Demikian kata Ratna dalam hati bertanya-tanya. Ia khawatir pria yang ia akui memang menarik namun sombong ini masih mau membalas perbuatannya ketika meeting tadi siang.

Dulu, ketika pertama kali mereka berkenalan, Ratna sempat tertarik olehnya. Saat itu ia melihat Dony begitu simpatik, ramah dan ganteng. Ekh, kenapa gua jadi berpikir yang enggak-enggak sich? Tiba-tiba egonya muncul lagi. Gengsi dong!

"Ngomong apa sich? Ngaco kamu," jawabnya ketus kembali meski dengan hati deg-degan. Diam-diam matanya melirik ke arah wajah Dony.
Baru sekarang ini ia bisa memperhatikannya dari jarak dekat. Tampan juga, demikian kata hatinya. Ia jadi salah tingkah sendiri.

"Ratna, kenapa kita harus selalu bertengkar. Kita ini khan kolega yang harus bisa saling kerja sama, ya khan?" ucap Dony memulai untuk berbaikan dengannya. "Lagi pula kita bisa bersahabat, dari pada harus bermusuhan seperti ini. Bosen rasanya."

Baru kali ini ia mendengar Dony mengucapkan namanya dengan langsung. Selama ini ia selalu menyebutnya dengan panggilan Ibu atau sama sekali tidak. Ratna memiringkan tubuhnya dari tempat duduknya sehingga menghadap ke arah Dony. Kali ini ia sudah tidak malu-malu lagi untuk menatapnya. Mendengar perkataan itu, nampak wajah Ratna sudah tidak seketus seperti apa yang selalu ia perlihatkan kalau berhadapan dengannya. Malah tersungging sebuah senyuman di bibirnya. Ia tak menyadari perubahan itu namun ia melihat Dony seakan terpesona saat memandang dirinya. Duh kenapa lagi nich, ucap Ratna dalam hati begitu mendadak merasakan darahnya berdesir oleh situasi ini.

"Aku juga bosen, Don," jawabnya hampir tak terdengar. Tatapan mata Ratna semakin lembut. Namun ia segera memalingkan mukanya. Hatinya tiba-tiba khawatir, ya ampun jangan sampai!
"Oke dech. Kita baikan mulai dari sekarang," kata Dony seraya menyodorkan tangannya untuk bersalaman.

Ratna tak segera menyambutnya. Ia memandang sejenak ke arah uluran tangan Dony. Kemudian ia melirik ke wajahnya. Baru kali ini Ratna melihat wajah itu tersenyum. Manis sekali, akunya jauh dalam hatinya. Tatapan matanya begitu menyejukan, ooh andaikan saja...!

"Masih ngambek?" Tanya Dony khawatir begitu melihatnya tak bereaksi atas uluran tangannya.
Ratna segera tersadar dari lamunannya. Wajahnya semakin memerah karena malu, jangan-jangan Dony bisa menebak apa yang tengah ia pikirkan. Ia segera menyambut uluran tangan itu dan menjabatnya dengan erat sambil tersenyum lepas.

Melihat itu Dony pun tersenyum senang. Tanpa ia sadari ia cium pipi Ratna dengan lembut. Gerakan ini sama sekali diluar dugaan Ratna, ia terperangah tanpa bisa berbuat apa-apa saat dicium seperti itu dan baru sadar setelah semuanya berlalu.

"Berani-beraninya, Don?" ucapnya tapi dengan nada yang lembut. Tak terlihat kemarahannya atas perbuatan Dony yang begitu spontan.
"Sorry, Na. Gua nggak bisa nahan diri," jawab Dony agak menyesal. Khawatir ‘perdamaian’ yang sudah dicapai kembali hancur gara-gara perbuatan konyolnya.
"Ya udah," balas Ratna tanpa komentar.

Dony benar-benar menyesal dengan ulahnya barusan. Ia mengira Ratna kembali marah dan akan membencinya. Melihat sikap Dony yang langsung terdiam membuat Ratna tak enak hati juga.
"Eh yo kita minum lagi," tiba-tiba Ratna memecah kesunyian di antara mereka seraya memanggil bartender untuk mengisi kembali gelas mereka.
"Ya, ayo kita rayakan hari ini dengan minum!" teriak Dony gembira melihat perubahan ini.

Suasana sekarang jauh berbeda dengan sebelumnya. Mereka ngobrol sambil tertawa-tawa gembira seakan ingin melepaskan semua ganjelan yang ada di hati masing-masing. Tak jarang mereka saling rangkul dan saling cubit disela-sela obrolannya. Tinggalah si bartender yang terheran-heran melihat tingkah mereka yang jauh berbeda dengan sebelumnya. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala melihat keakraban mereka. Sinting kali, demikian runtuknya dalam hati.

Tanpa terasa malam semakin larut namun suasana justru semakin meriah, apalagi kini sudah muncul home band tampil membawakan lagu-lagu yang mengundang para tamu untuk bergoyang. Tak ketinggalan Dony dan Ratna, mereka mulai terbawa suasana hingar bingar. Dony segera menarik tangan Ratna untuk bergoyang. Mulanya Ratna ragu tapi ia lalu mengikuti ajakannya. Mereka turut bergabung dengan pasangan-pasangan lain di depan panggung. Hiruk pikuk suara musik dan tawa pengunjung justru membuat suasana semakin panas saja. Tubuh mereka sudah basah bermandikan keringat. Bahkan Dony tanpa malu-malu membuka seluruh kancing bajunya hingga terlihat dadanya yang bidang itu ditumbuhi bulu-bulu. Ratna agak tersipu juga menyaksikan kegilaan Dony ini. Sambil bergoyang, sekali-sekali Ratna melirik ke arah Dony yang sudah bertelanjang dada itu. Terlihat begitu macho, demikian puji Ratna dalam hati sambil membayangkan bagaimana kalau ia menyandarkan kepalanya di sana. Akh.., akh..., lagi-lagi aku berpikir yang enggak-enggak!

Meski Dony dalam keadaan setengah teler dan dalam suasana yang hiruk pikuk itu, ia masih bisa melihat apa yang sedang diperhatikan koleganya yang cantik dan seksi ini. Apalagi ketika ia melirik bagian dadanya. Ia melihat benda kembar yang membusung penuh itu turut berguncang seiring hentakan musik. Bahkan tank-top berbahan kain tipis dan sudah basah oleh keringat itu mencetak jelas bentuk payudaranya yang indah. Meski cahaya di sana sangat terbatas, mata Dony sempat menikmati putingnya yang mencuat begitu menggairahkan.

Mereka mungkin saja menyadari bahwa mereka sedang berusaha untuk saling menarik perhatian melalui gerakan dan isyarat-isyarat seksual. Hanya saja ada kendala yang membuat mereka berpikir panjang untuk mewujudkannya.

Apa mereka dapat menghindarkan semua itu? Enggak tahu dech! Begitu kira-kira pikiran mereka. Sudah beberapa lagu mereka ikuti dan nampaknya Ratna sudah agak kepayahan lalu mengajak Dony untuk istirahat.. sambil berpelukan mereka berdua kembali ke tempat duduk. Entah karena pengaruh alkohol atau lainnya, mereka sudah tidak merasa risih bertingkah bak sepasang kekasih yang sedang dimabuk cinta.

Tak lama setelah mereka mengendurkan sensasi-sensasi selama bergoyang tadi, Dony lalu menarik wajah Ratna dan membisikan sesuatu ke telinganya. Ratna tertawa dan dengan genit mencubit pinggang Dony hingga mengaduh kesakitan. Entah apa yang dibisikan Dony padanya hanya kemudian Ratna terlihat mengangguk malu-malu untuk kemudian berdiri diikuti oleh Dony yang mengajaknya pergi dari tempat itu.

Di tempat parkir mereka segera masuk ke mobilnya masing-masing. Dony segera menjalankan mobilnya diikuti oleh mobil Ratna dari belakang. Mobil mereka beriringan menyusuri jalan-jalan mulus yang nampak lengang berbeda apabila di siang hari. Tak sampai setengah jam mobil mereka sudah berada di pelataran parkir yang menghadap ke laut. Mobil mereka parkir berdampingan. Ada beberapa mobil di sekitar mereka, namun jaraknya agak berjauhan. Nampaknya tempat ini memang merupakan tempat orang berpacaran.

Tak lama kemudian, Dony turun dari mobilnya. Cuaca malam itu terasa dingin karena hujan mulai rintik-rintik berjatuhan. Ia segera membuka pintu mobil Ratna dan langsung masuk.

"Ufh dingin juga," kata Dony sambil mengibas-ngibas bajunya yang sedikit basah oleh air hujan.
"Hei Don! Ngapain loe ngajak gua kemari?" belum sempat Dony menutup pintu kembali, Ratna sudah memberondongnya dengan pertanyaan seperti itu.
"Gua sich maksudnya supaya bisa ngobrol dengan tenang, jauh dari kebisingan. Sambil menikmati pemandangan indah ke sana," jawab Dony sembari menunjuk ke arah laut lepas yang nampak terang meski gerimis.

Pandangan Ratna mengikuti arah telunjuk Dony. Ia menghela nafas panjang menyaksikan keindahan pemandangan itu. Tanpa terasa ia membayangkan bila keindahan seperti ini benar-benar bisa ia nikmati dengan orang yang dicintainya. Tentunya sungguh membahagiakan. Mendadak roman wajahnya berubah, nampak sekali kesedihan di raut wajah manisnya.
"Lho kok jadi sedih? Apa gua salah ngomong?" tanya Dony ketar-ketir.
"Enggak Don. Gua cuman..," Ratna tak meneruskan kata-katanya. "Akh sudahlah. Don?" panggilnya sambil menoleh ke arah Dony dengan pandangan sayu, "Kamu sadar khan kalau kita ini masing-masing sudah berkeluarga," lanjutnya.

Pertanyaan Ratna terdengar oleh Dony bagaikan petir yang menyadarkannya dari suasana ini. Dony langsung terdiam dan pikirannya langsung teringat akan anak dan istrinya yang tengah berlibur di rumah neneknya.

"Loe bener, Na," jawab Dony perlahan sekali.

"Loe inget mereka ya? Certain dong tentang mereka," pinta Ratna.
"Ya gua inget mereka," jawab Dony kemudian menceritakan tentang keluarganya.
"Loe beruntung Don," komentar Ratna.
"Ya gua beruntung. Nah bagian loe sekarang certain,’ tanya Dony kemudian.

Sebelum menjawab, Ratna kembali menghela nafas berat. Dengan pandangan kosong ke arah laut, ia mulai bercerita bahwa dulu ia dinikahkan oleh orang tuanya tanpa didasari rasa cinta sama sekali. Dony terperangah saat ia menyebutkan bahwa lelaki yang dinikahinya adalah pemilik saham mayoritas perusahaan tempatnya bekerja. Ratna memang sengaja meminta kepada suaminya agar orang di kantor tidak tahu siapa dia sebenarnya supaya tidak membuat semua orang rikuh dan agar ia bisa lebih professional dalam bekerja.

"Don aku minta supaya kamu tetap bersikap seperti kamu belum tahu siapa aku sebenarnya," pinta Ratna wanti-wanti. Ia tak ingin sikap Dony yang sudah amat ia sukai berubah karenanya.
Dony menganguk tak pasti karena jauh dalam hatinya ia sedikit ngeri oleh si pemilik saham yang konon sangat berkuasa dalam menentukan apa pun di perusahaan tempatnya bekerja. Bagaimana kalau ia tahu bahwa dirinya kini tengah berduaan dengan istrinya dalam mobil malam-malam begini.
"Kau tak perlu takut ketahuan oleh suamiku. Ia sedang di Amerika sampai bulan depan," kata Ratna kemudian seolah tahu persis apa yang menjadi pikiran Dony saat itu. "Aku sudah lama ingin meceritakan semua ini kepada orang yang bisa kupercaya."

Dony agak tersanjung juga oleh ucapan itu. Akhirnya ia mendengarkan semua keluh kesah Ratna sampai ke hal-hal yang paling pribadi sekalipun. Rupanya Ratna memang sudah merasa percaya pada Dony hingga ia tak sungkan lagi menceritakan bagaimana tertekannya hidup dirinya. Ia ternyata merupakan istri kedua. Awalnya memang kehidupan mereka normal saja, namun seiring dengan berjalannya waktu sehingga umur sang suami pun semakin bertambah tua. Perbedaan umur mereka cukup mencolok bahkan bisa dibilang ia lebih pantas menjadi anak atau bahkan cucunya.

Meski tidak secara gamblang diceritakan, Dony sudah bisa menebak bahwa sang suami sudah tak mampu memberikan nafkah bathin padanya. Terlebih lagi, katanya, sang suami kini lebih sering berada di keluarga istri pertama. Ratna seringkali ditinggal sendiri di rumah mewahnya, tanpa anak dan hanya ditemani oleh pembantunya. Ia, katanya kemudian, ingin agar suaminya melepaskan saja dirinya.

Ratna tak mampu meneruskan ceritanya lagi. Ia menangis tersedu-sedu. Mendengar tangisnya yang begitu menyayat, Dony dapat merasakan kepedihannya, bathinnya yang amat tertekan selama ini nampaknya baru bisa ditumpahkan sekarang ini. Dony tak tahu mesti berbuat apa melihatnya seperti itu yang semakin lama semakin memilukan saja tangisannya.

Secara naluri ia lalu menarik pundak Ratna dan merengkuhnya dalam pelukan. Tangis Ratna semakin menjadi-jadi ketika Dony menyuruhnya untuk menumpahkan segala kepedihan melalui tangisan untuk melegakan perasaannya. Tanpa terasa tangan Dony ikut mengelus-elus rambutnya dengan lembut dan penuh perasaan.

Sikap Dony yang begitu penuh perhatian membuat Ratna terhanyut perasaannya. Ia lalu mendongakkan wajahnya dan memandang wajah Dony dengan tatapan sayu. Dony balas menatapnya. Lalu ia mengusap air mata yang bercucuran di pipinya. Ratna melenguh tak jelas sambil menyentuh bibir Dony dengan jemarinya yang halus.
"Don..," lenguhnya perlahan hampir tak terdengar.

Tatapan mata mereka saling bertemu sejenak. Tak ada ucapan yang keluar dari bibir mereka. Semuanya mereka tumpahkan melalui tatapan itu. Lalu entah siapa yang memulai, tahu-tahu kedua wajah mereka saling mendekat dan selanjutnya bibir mereka saling bersentuhan. Ratna melenguh panjang. Perasaannya seakan melayang jauh entah kemana meninggalkan dunia nyata yang dihadapinya. Awalnya mereka hanya saling menyentuhkan bibir saja. Namun ketika Ratna mulai menciumnya dengan penuh perasaan, Dony tak mampu mengendalikan diri lagi. Ia balas dengan kehangatan yang sama bahkan menjurus panas. Ratna tak mau kalah dan balik membalasnya. Akhirnya mereka lupa diri akan siapa diri mereka sebenarnya dan nampaknya kalaupun terbersit sejenak kesadarannya, apakah mereka mampu menghentikannya begitu saja?

Suasana di luar pun sudah berubah. Hujan yang tadi hanya rintik-rintik saja kini sudah mulai membesar sehingga membuat kabut di seluruh kaca mobil dimana kedua insan ini berada. Suasana yang sangat mendukung ini membuat mereka bertambah panas. Mereka tidak hanya berciuman saja. Mereka sudah saling meraba, mengelus dan berbuat apa saja yang mengakibatkan gairah mereka semakin membara.

Ratna yang kesehariannya selalu berwibawa, anggun dan lembut tutur sapanya, kini berubah seperti singa betina liar yang kehausan di tengah padang pasir kering.
"Ooohhh... ookkkhhhh, Don...," desahnya semakin menggairahkan. Dipeluknya tubuh Dony dengan erat seolah khawatir lepas darinya.

Dony tak menyahut. Ia balas memeluk dan tangannya mulai mencari-cari ke sekujur tubuh wanita cantik ini. Tangannya lalu menelusup lewat bagian bawah tank-topnya, merayap ke atas perut lalu merambah ke payudaranya yang tak memakai bra. Jemarinya menjelajah ke seluruh permukaan halus kulit buah dadanya yang terasa semakin membusung saja sesaat setelah terkena sentuhannya.

 
Ratna mendesah, kepalanya melengak ke belakang sehingga dadanya membusung ke arah wajah Dony. Disodorkan seperti itu, Dony tak tinggal diam. Disingkapnya tank-top itu sehingga dadanya terbuka lebar. Dony mendecak kagum menyaksikan kedua bukit kembar itu membusung penuh, kedua putingnya nampak sudah mengeras dan mencuat ke atas. Pemandangan ini sungguh sangat menggairahkan sekali dan amat mengundang. Setelah puas memandangi keindahannya, Dony segera membungkuk agar bibirnya dapat menciumi buah dada itu. Desahan Ratna semakin menjadi-jadi, kepalanya semakin melengak ke belakang seakan memberikan keleluasan pada Dony untuk menikmati semua miliknya itu.

"Auuuhhhh...., teruuuussss, yaaa iseeeeppphhfff..." ucapan Ratna semakin tak karuan merasakan kenikmatan ini, apalagi saat Dony menghisap putingnya sementara tangan kanannya meremas-remas dengan lembut buah dada yang satunya lagi.

Dalam keadaan seperti ini mana mungkin Dony menghentikan perbuatannya meski dalam keadaan sadar sekalipun. Apalagi alkohol dari minuman di bar tadi masih mempengaruhi dirinya. Ia pun lepas kendali, tanpa memikirkan siapa dirinya, siapa wanita yang tengah dicumbunya dan siapa pula suami wanita itu, Dony terus menggerayang ke bagian-bagian paling sensitif milik wanita ini.

Akibatnya sungguh luar biasa, Ratna semakin liar saja. Tubuhnya meliuk-liuk seolah ingin agar tak pernah luput dari setiap sentuhan Dony. Suasana di dalam mobil yang serba terbatas itu semakin panas kala tangan kiri Dony mulai menelusup di balik roknya dan merayap perlahan di atas pahanya. Nafas Ratna semakin memburu seiring dengan semakin mendekatnya elusan jemari Dony ke pangkal pahanya. Ia justru sudah merasakan bagian itu basah. Ratna membuka kedua kakinya agar tangan Dony dapat dengan leluasa menyelinap ke dalam CD-nya.

"Ouugghhhfff..." jerit Ratna melengking saking nikmatnya saat jari Dony menyentuh bagian yang sudah lembab itu. Ia dorong tangan Dony masuk lebih dalam.

Jemari Dony mulai menyentuh-nyentuh bibir vaginanya. Terasa sudah basah. Jarinya menyeruak bulu-bulu yang terasa begitu lebat di seputar liang itu. Kemudian menyusuri belahannya, dielusnya perlahan, bergerak naik turun sambil menusuk sedikit demi sedikit.
"Oohhh Don! Enakkkhhh sekaliiiiii..!" jerit kenikmatan meluncur deras dari bibir Ratna kala ujung jempol Dony mengusap kelentitnya.

Pinggul Ratna bergoyang mengikuti irama gerakan jempol Dony yang begitu lihai. Tubuhnya meliuk-liuk menahan rasa nikmat yang sudah lama tak ia alami. Membayangkan hal itu, ia jadi teringat apa yang terlewatkan. Tangannya lalu menjulur ke bawah. Mula-mula diletakan di atas paha Dony, lalu merayap naik perlahan. Tangan Ratna berhenti di pangkal pahanya, meremas-remas sejenak untuk kemudian naik kembali. Matanya agak mendelik begitu menyentuh bagian yang sudah mengeras di balik celana Dony. Matanya semakin berbinar membayangkan bagaimana bentuknya jika sudah telanjang nanti.

"Don!?" pekiknya setengah terperangah.
"Kenapa, Yang?" tanyanya heran.
"Nggak.. akh..., bukain ya?" tanyanya kemudian.

Sebenarnya ia tak perlu minta izin dahulu dalam keadaan begitu sudah pasti Dony sama sekali tak keberatan. Dan memang tanpa menunggu jawaban, jemarinya yang lentik itu menarik ritsluiting celana Dony kemudian merogoh ke dalam. "Ehhmmm...," lenguhnya.

Nampaknya ia begitu senang mendapatkan apa yang selama ini ia cari-cari. Begitu keras! Jemarinya kemudian membelai-belai sepanjang batang yang masih terhalang celana dalamnya. Belaiannya berubah menjadi remasan. Dari bibir Ratna keluar desis-desis penuh kenikmatan seiring dengan gerakan jari Dony yang mulai menusuk ke dalam liang memeknya. Kenikmatan yang ia rasakan semakin lengkap karena sejak dari tadi mulut Dony tak pernah berhenti mengemot puting susunya.

Ratna tak mau dibilang egois karena hanya mementingkan kenikmatan sendiri. Ia lalu mengais celana dalam Dony dan meraih batang kemaluannya yang besar itu ke dalam genggamannya. Meski ia tidak bisa melihat ke bawah, tapi ia bisa merasakan betapa besar dan panjang batang milik Dony itu. Dengan lembut ia mulai mengocok batang itu.

Giliran Dony yang kini menggelinjang merasakan remasan dan kocokan tangan lembut milik wanita cantik itu. Ia sangat lihai melakukannya, apalagi saat telunjuknya mengusap-usap moncongnya. Terasa ngilu saking enaknya. Dony tak mau kalah, gerakan jemari di dalam liang memek Ratna semakin menggila, menerobos ke seluruh relung-relung kewanitaannya. Merambah ke bagian-bagian yang menggerinjal. Terdengar nafas Ratna mulai megap-megap menghadapi semua itu. Rasanya tak akan bertahan lama lagi karena bagian yang tak pernah tersentuh pun, kali ini tak terlewatkan oleh serangan jemari Dony. Pinggul Ratna bergoyang liar, meliuk-liuk mengimbangi gerakan jemari Dony.

Sementara itu, tangan Ratna pun tak tinggal diam. Tangannya terus mengocok dengan gerakan yang semakin lama semakin cepat. Mereka rupanya tengah berlomba untuk memberikan yang terbaik. Tubuh mereka bergoyang-goyang liar sehingga membuat mobilnya pun ikut-ikutan goyang. Untunglah hujan cukup deras mengguyur bumi sehingga menghalangi pemandangan apa yang tengah terjadi di dalam mobil. Bahkan pekikan kenikmatan yang meluncur dari mulut Ratna yang cukup kencang itu pun sama sekali tidak sampai terdengar keluar.

Tak berapa lama kemudian Ratna mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi sehingga jari Dony melesak jauh ke dalam, kedua kakinya dikempitkan sehingga menjepit tangan Dony diam tak bergerak jauh di dalamnya. Diiringi jeritan kecil panjang, tubuhnya bergetar keras ketika ia mencapai titik puncak kenikmatannya.

"Oouugghhff..........! Dooonnnn, enaaaaakkkkk!"
Sreeeeeetttttt....., sreeet..., ssrrreeeettttttt!!!!!

Ratna merasakan air maninya menyembur berkali-kali untuk yang pertama kalinya sejak suaminya tak memiliki gairah lagi. Luar biasa sekali ekspresi wanita cantik ini. Begitu menggairahkan, begitu dahsyat.

Rupanya luapan kenikmatan Ratna berpengaruh banyak pada diri Dony. Ia merasakan batangnya terasa kelu. Tubuhnya bergejolak hebat. Pantatnya bergerak naik turun mengimbangi kocokan tangan Ratna pada batangnya dan... akh....., akh, akh.....

Creeeeeettttt! Creeetttt!!! Creeeetttt!

Dony mengeluarkan suara geraman berat begitu dari kemaluannya menyemburkan cairan kental berkali-kali. Ratna terus mengocoknya tak henti-henti seakan ingin menguras seluruh isinya. Ia coba melirik ke bawah karena ingin melihat pemandangan saat lelaki mencapai orgasmenya, tapi sayang hanya kegelapan yang ia lihat selain merasakan cairan kental dan hangat membasahi seluruh telapak tangannya.

Mereka terkulai lemas dengan nafas tersengal-sengal. Meski hanya permainan tangan, tetapi rupanya cukup menguras tenaga dan pikiran mereka berdua. Samar-samar dalam kegelapan itu, nampak tersungging senyum kepuasan dari bibir Ratna. Ia lalu mengelus kepala Dony yang terkulai lemas di atas dadanya. Ia berbisik bahagia, "Enak sekali, Don."

 
Kira-kira lima menit mereka beristirahat tanpa bergerak dan mengeluarkan sepatah kata pun. Dony mengangkat kepala dan melirik ke arah Ratna sambil tersenyum hangat. Ratna balas tersenyum. Mesra sekali senyuman itu diikuti oleh sebuah kecupan lembut pada bibir Dony.

Mereka kembali ke posisi duduk semula. Ratna merapikan kembali pakaiannya yang tak karuan diikuti oleh pandangan mata Dony yang tekagum-kagum dan pada saat ia akan menaikkan celana dalamnya, tiba-tiba Dony menahan lengannya. Ratna melirik dengan pandangan penuh tanda tanya. Belum sempat ia bertanya, kepala Dony langsung menunduk ke arah selangkangannya dan mencium kemaluannya.

Darahnya kembali berdesir merasakan hembusan nafas hangat di sekitar kemaluannya. Ratna tertawa geli saat lidah Dony menyentuh bibir kemaluannya. Geli tapi enak!
"Akh...Don! Kamu nakal sekali! Bikin gemes aja!" kata Ratna terputus-putus.
Dony kembali mengangkat kepalanya sambil ikut-ikutan tertawa.
"Idih kok malah ketawa?" seru Ratna semakin gemes. "Awas ya!"

Ratna mendorong tubuh Dony hingga kembali duduk dan menggelitik pinggangnya. Dony tertawa kegelian dan meminta supaya menghentikannya. Ratna berhenti menggelitik, matanya melirik ke arah celana Dony yang masih terbuka dan menemukan batangnya yang terkulai lemas sementara di sekitarnya nampak cairan-cairannya yang sudah agak mengering mengotori celananya.
"Aduuhhh, jadi belepotan begini sich," kata Ratna seraya buru-buru mengambil tissue basah di atas dashboard mobil dan mengelapnya dengan hati-hati.

Terkena sentuhan tangan lembut itu, tanpa bisa dicegah, batang Dony mulai memperlihatkan kehidupannya kembali. Sedikit demi sedikit seiring dengan usapan lembut Ratna, batang itu semakin membesar dan mengeras bagaikan besi. Mata Ratna tak pernah mengedip mengikuti perkembangan itu. Ia terkagum-kagum menyaksikan kemaluan Dony sudah ngaceng kembali dan siap action!

"Cepet banget," ucapnya perlahan penuh kekaguman akan kejantanan teman sekantornya ini.

"Kepengen lagi ya?"
"He-eh," jawabnya pendek.

"Gimana kalau kita cari tempat yang lebih nyaman," saran Dony coba-coba karena mengingat jam sudah menunjukan hampir tengah malam.
"Kamu sendiri gimana? Nggak dicariin?" Ratna balik tanya.
"Aku nggak apa-apa. Lagi bujangan... he.. he.. he," jawabnya sambil tertawa.
"Curang...," sergahnya pura-pura cemberut padahal ia juga kepengen banget meneruskan acara yang tentunya akan jauh lebih hot. Tapi sebagai wanita ia jaga gengsi juga jangan sampai kelihatan kegatelan banget.

Ratna pura-pura berpikir sejenak,

"Gimana ya, ini kan udah malem," katanya sambil menunggu agar Dony terus mendesaknya.
"Nggak apa-apa. Lagian kamu juga lagi bebas kan?" seolah mengerti apa yang ada dalam benak wanita ini, Dony berlagak memintanya terus.
"Oke dech," jawabnya dengan suara yang amat perlahan.
"Nah gitu dong. Itu baru namanya cewek gua yang cantik," kata Dony dengan gembira.

Mendengar itu Ratna kembali berpura-pura marah sambil memelototkan matanya. Melihat ekspresi wajah Ratna, gairah Dony seakan mendesak kembali. Lalu dengan cepat diciumnya bibir yang sensual itu dengan penuh gairah.
"Ehmm.... mmmpphhhff..., cepetan dong!"
"Oke sayang. Oke!" Dony buru-buru melepaskan ciumannya dan bergegas keluar dari mobil untuk segera naik ke mobilnya yang diparkir di sampingnya.

Singkat cerita mereka sudah memesan sebuah cottage tak jauh dari tempat itu. Keduanya buru-buru masuk ke dalam untuk segera memulai kembali acara yang tertunda. Baru saja Ratna menyalakan saklar lampu, Dony sudah memeluknya dari belakang dan menciumi tengkuknya dengan penuh gairah. Ratna melenguh merasakan ciuman hangat yang langsung membangkitkan gairahnya. Kepalanya melengak kebelakang sehingga memperlihatkan kulit lehernya yang halus dan harum. Dony tak menyia-nyiakan kesempatan itu untuk mencumbui daerah yang cukup sensitif bagi wanita. Tangannya pun ikut-ikutan beraksi menyusup ke balik pakaian Ratna, mengelus-elus permukaan perutnya yang rata untuk kemudian merayap, menggerayangi buah dadanya yang begitu kenyal padat berisi.

Cumbuan Dony yang begitu lihai membuat lututnya bergetar sehingga tak tahan untuk berdiri lama. Ia lalu berbalik dan menarik kursi yang berada di sampingnya untuk duduk. Cumbuan Dony tak pernah terlepas dan terus mengikuti kemana gerakan Ratna. Begitu sudah duduk, Dony langsung melucuti pakaian atas Ratna hingga telanjang. Matanya langsung berbinar penuh kagum menyaksikan kedua bukit kembar milik wanita itu nampak menggantung indah dan membusung penuh di dadanya.

Dengan rakus, Dony melahap satu per satu daging kenyal itu. Lidahnya menjilat-jilat di seputar putingnya, sesekali menghisap dan mengemot benda kecil kemerahan yang semakin mencuat itu. Serangan Dony memang begitu gencar, tangannya beraksi kembali menarik rok dan sekaligus celana dalamnya sehingga kali ini Ratna benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuh mulusnya.

Mulut Dony merayap ke bawah menyusuri permukaan perutnya untuk kemudian langsung terbenam di antara kedua pangkal paha Ratna. Lagi-lagi Ratna menjerit kecil kala ujung lidah Dony menyentuh labia vaginanya. Tubuh Ratna bergetar bagaikan terkena stroom tekanan tinggi. Sambil berpegang pada pinggiran kursi, ia menaikan kedua kakinya ke atas sehingga bagian selangkangannya terbuka lebar-lebar. Dony segera menyerbu belahan daging berwarna kemerahan yang sembunyi di antara bulu-bulu lebat di seputarnya. Jemarinya kembali mengorek-ngorek bagian itu, sementara lidahnya terus menjilat-jilat.
"Ouh...., ooooouuuhhhhh.... Dooooonn..." Ratna mengerang-erang keenakan. Kedua tangannya segera mencekal kepala Dony dan membenamkannya dalam-dalam.

Lidah Dony bergerak lincah mempermainkan kelentit yang menyembul di antara belahannya. Benda kecil yang sangat sensitif itu sudah keras sekali. Akibatnya Ratna megap-megap seperti kehabisan nafas menahan nikmat yang tak terhingga. Suasana yang jauh lebih nyaman dan aman serta gairah yang telah lama terpendam membuat ia tak bisa bertahan lama menikmatinya karena beberapa detik kemudian tubuhnya berguncang keras, menggelapar-gelepar bagaikan ikan kehabisan air. Diiringi lengkingan panjang, Ratna melepaskan tekanan yang mendesak dari dalam dirinya.
"Aaaaaakkkkkhhhhh!!!!" jeritnya penuh kenikmatan.

Ratna kemudian meraih kepala Dony dan menciumi wajahnya dengan penuh kemesraan seolah ingin menyatakan ucapan terima kasih atas kenikmatan yang baru ia berikan. Ciumannya semakin memanas dan liar. Didorongnya tubuh Dony ke arah ranjang hingga jatuh terlentang di sana. Ia langsung menindihnya dari atas sambil menciumi sekujur tubuhnya sementara jemarinya dengan cekatan mempreteli seluruh kancing bajunya dan melepaskannya. Lalu membuka ikat pinggangnya. Tanpa memperdulikan Dony yang mungkin agak terkejut dengan perangainya, Ratna langsung memelorotkan seluruh celana Dony.
"Oooww!!!" pekiknya tertahan menyaksikan batang milik Dony yang sudah mengacung keras seperti tiang pancang itu.

Ia tak pernah mengira bahwa batang milik teman sekantornya ini jauh lebih besar, panjang dan amat keras seperti perkiraannya sewaktu memegangnya dalam kegelapan di mobil tadi. Ingin rasanya ia berteriak kegirangan mendapatkan sesuatu yang belum pernah ia bayangkan sebelumnya.
"Gede banget!" bisik Ratna seraya meraba-rabanya seperti anak kecil yang baru diberi mainan.

Ia kemudian merayap di atas tubuh Dony, turun ke arah selangkangannya. Kini wajahnya persis berada di depan batang yang mengacung itu. Dipandanginya sekujur batang itu dan setelah puas baru ia menjulurkan lidahnya ke atas moncong batang itu.
"Errrggghhhh....," Dony mengerang keenakan saat merasakan lidahnya yang hangat. Ia melirik sejenak untuk melihat ke bawah.

Ratna pun melirik ke atas. Pandangannya bertemu. Dony menganggukkan kepalanya. Entah apa maksudnya. Seolah mengerti, Ratna membuka mulutnya dan perlahan-lahan memasukan batang itu. Kedua bibirnya dirapatkan dan mulai mengulumnya. Lidahnya bermain-main di sekujur batang itu sambil mengemot-emot.
"Auuuukkkhhhh....," kembali Dony mengerang.

Kepala Ratna bergerak naik turun. Dari mulutnya terdengar suara keciprakan selomotannya. Sungguh mendebarkan sekali mendengar suara-suara itu. Ratna tak henti-hentinya mengulum, mengemot dan menghisap-hisap seolah ingin membalas kenikmatan yang dirasakannya tadi. Akibatnya Dony berkelejotan menahan kenikmatan luar biasa ini. Ia merasa tak akan bertahan lama. Dony nampaknya tak ingin keluar sebelum keinginannya tercapai. Ia lalu menahan gerakan Ratna dan mengisyaratkan padanya untuk naik.

Ratna mengerti apa maksudnya, ia lalu berjongkok mengangkangi tubuh Dony sehingga selangkangannya persis berada di atas batang yang berdiri tegak itu. Tubuhnya kemudian turun perlahan-lahan. Batang Dony yang sudah ia selipkan di antara belahan memeknya mulai melesak masuk. Dengan mata terpejam Ratna meneruskan pinggulnya semakin turun sampai akhirnya batang Dony amblas seluruhnya.

Bleeeesssshhhhhhh!!!

"Aaaakkkhhhhhh!!!!" Ratna menghembus nafas lega saat berhasil memasukan seluruhnya padahal tadi sempat ngeri kalau terjadi apa-apa dengan miliknya karena begitu seret sekali masuknya.

Ia berhenti sejenak sambil menarik nafas, lalu mulai bergoyang sambil mengangkang di atas tubuh Dony. Kedua tangannya bertumpu di atas dada Dony, pantatnya menggeol-geol sambil bergerak naik turun dengan irama yang teratur. Tubuhnya nampak bergerak seolah sedang menunggang kuda dan memacunya dengan penuh gairah.

Di bawah sana, Dony tak tinggal diam. Pinggulnya turut bergerak naik turun, bergoyang kiri kanan mengimbangi irama gerakan wanita yang menungganginya. Keadaan semakin bertambah panas, mereka sama-sama berpacu saling berlomba menuju puncak pendakian. Seiring dengan meningkatnya kecepatan, Ratna membungkukan tubuhnya hingga sejajar dengan tubuh Dony sementara pantatnya menungging ke belakang bak seorang joki yang tengah memacu secepat mungkin saat mendekati garis finish.

Demikian pula dengan Dony, kedua tangannya merangkul erat tubuh sintal wanita itu yang nampaknya hampir mencapai puncak pendakiannya. Tubuhnya semakin berguncang, berkelojotan seperti ayam disembelih. Pantatnya bergerak cepat naik..., turun...., naik..., turuuuunnnn...., dan akhirnya ditekannya kuat-kuat. Dari mulutnya meluncur desisan panjang dan lenguhan keras mirip sapi sedang birahi.

Seeeeeerrrrrrrrrr!!!!! Ratna merasakan air maninya menyembur kencang dan banyak sekali menyirami batang kemaluan Dony yang nampak masih bergerak keluar masuk.
"Auuuugghhh..... Dooon!!! Cepet keluaaarinhhhh...., udah nghhhiillluuuuuu......., ooookkkhhhhh!!" kepala Ratna menggeleng-geleng saking gelinya merasakan tusukan demi tusukan batang keras di dalam kemalauannya.
"Oughh..., ouuuggghhh...., AAAAKKKKHH!!!!!" Dony mengerang-erang merasakan nikmatnya orgasme berkali-kali.

Mereka bergulingan di ranjang sambil berpelukan erat menikmati puncak dari segala kenikmatan permainan cinta ini.
"Fhhhuuiiiihhh!!!" Dony merasakan kelegaan. Lepas sudah ketegangan di sekujur tubuhnya.
"Wow!" pekik Ratna puas. Permainan kedua yang cukup menyita tenaga ini sungguh sangat mengasyikan sekali.

Dari raut wajahnya nampak sekali ia begitu menikmatinya dan benar-benar memuaskan. Ratna memeluk Dony begitu mesra seakan tak ingin melepaskan untuk selamanya. Mereka berdua seolah tak ingat akan waktu yang telah melewati tengah malam, atau keluarga mereka yang mungkin mengira mereka sudah ada di rumahnya masing-masing. Apa jadinya kalau perselingkuhan itu tercium oleh keluarga mereka.

Ngentot Dengan Pembantu Seksi


Ini merupakan pengalamanku sewaktu sedang kerja di kota D beberapa bulan yg lalu. Aku kerja mulai dari pukul 08.00a.m s/d 12.00a.m, memang jam kerjaku terlalu absolutist sekali dan kadang kala aku jenuh. Utk menghilangkan kejenuhanku aku sering menggoda pelangganku,dgn mulai kenal nama hingga mencoba cari kesempatan utk bisa dekat lebih jauh lagi. Ada beberapa langganan yg sering kugoda seperti Mila gadis dari kota T umur 17th kelas 2 SMA.Mila gadis yg cantik berkulit putih dan mempunyai anatomy yg aduhai jual film dewasa. Mila selepas pulang sekolah disuruh oleh kakaknya jaga adverse hp milik kakaknya.Counter Hpnya tutup pukul 10.30 p.m,dan setelah counternya tutup Mila pasti belanja ke mini bazaar tempatku kerja.Aku selalu menggodanya dan kadang2 dgn kata2 yg agak seronok. Biasanya Mila klo belanja bisa bolak balik sampai 3x ke tempatku.Klo belanja Mila selalu memakai pakaian yg agak seksi, klo nggak pakai celana pendek yg mini dan ketat Mila pakai rok yg cool mini dipandu dgn baju kaos you can see.

Aku selalu ngiler dan si adekku naik turun melihat pahanya yg putih mulus, pantatnya yg seksi serta payudaranya yg masih ranum.Suatu malam aku kerja sendirian dan seperti biasa Mila datang belanja, kebetulan mini bazaar sedang sepi cuman Mila seorang yg belanja. Malam itu Mila memakai rok mini dan memakai jaket. “Tumben pakai jaket lagi kedinginan ya” kataku ke Mila, dan dijawabnya” nggak sedang segan aja mo ganti baju malas”. Terus aja kugoda Mila dgn kata2 yg agak menjurus, dan kudekati Mila yg sedang memilih belanjaan. Mila sedang mencari roti tawar dan dia minta aku memilihkan roti yg enak. sambil memilih roti sesekali kumelihat ketika itu resleting jaketnya agak turun rupanya Mila nggak pakai baju dan bra hanya pakai jaket.terlihat payudaranya yg masih ranum itu. aku bertanya ke Mila” kamu nggak pakai apa2 selain jaket itu ya?”. dan Mila menjawab” ih mas ngintip ya” sambil mencubit perutku. Aku balas dgn mengelitikinya dan tanpa sengaja Mila terpeleset waktu kugelitiki. Mila agak marah dan aku minta maaf ke Mila cerita dewasa terbaru, Mila kemudian langsung pulang.


Ternyata dompetnya jatuh tertinggal sewaktu terpeleset tadi.Pukul 11.00 p.m kuputuskan utk menutup toko krn sepi,sewaktu aku sedang menurunkan rolling aperture Mila datang menanyakan dompetnya dan kusuruh Mila masuk dan kembali kumenurunkan rolling door.”kok di tutup” kata Mila, “ya nanti kubuka lagi sebab aku mau menghitung pendapatan toko” kataku ke Mila. “kamu masih marah ke aku” kataku dan dijawabnya “nggak”.Kuserahkan dompetnya, Mila menemaniku menghitung uang hasil penjualan. Mila bercerita kalau dia sedang B.t sebab dia di kota D ikut kakaknya dan kakaknya terlalu otoriter, sambil menghitung uang aku mendengarkan curhatan hatinya katanya Mila pingin ini itu selalu dilarang ama kakaknya dan pergaulannya di batasi.


Tiba2 cerita dewasa Mila mendekati aku dan duduk merapat disebelahku sambil kepalanya ditaruh di pundakku juga tangannya tiba2 merangkulku. Aku dibuat grogi oleh Mila, setelah selesai menghitung uang dan menaruhnya di tempat yg aman. Kuajak Mila ke gudang, Mila mengira hanya menemaniku mengecek barang.Namun ketika di dalam gudang Mila langsung kudekap dan kupeluk erat kurasakan hangat tubuhnya.Mila bersaha menolak keinginanku ketika aku berusaha mencium bibirnya yg merah muda itu, setelah beberapa kali gagal aku akhirnya dapat juga merasakan bibirnya terasa lembut dan wangi balm nafasnya namun masih Mila berusaha menolak,aku dapat menurunkan resleting jaketnya dan kulepaskan jaketnya Mila.terlihat payudaranya yg masih ranum dan putingnya yg berwarna merah muda itu. Absolutist kelamaan Mila mau juga membalas ciumanku walaupun dgn perasaan yg agak terpaksa, aku mulai meremas2 payudaranya serta memainkan putingnya secara bergantian. Kurebahkan tubuhnya Mila diatas tumpukan kardus. Aku lucuti rok dan cdnya Mila ternyata vaginanya bersih sama sekali nggak ada bulunya.

 
Aku melepas seluruh pakaianku dan mulai aku mengerayanginya dgn mulai menciumi seluruh wajahnya mulai dari kening,pipi, dan kukulum bibirnya. Puas mengulum bibirnya, turun minciumi lehernya sambil sesekali kujilati, setelah itu meremas2 payudaranya sambil kuhisap puting parudaranya secara bergantian.Mila hanya terdengar mendesah dan merintih waktu kujelajahi tubuhnya, kubuka pahanya dan ingin kujilati vaginanya tapi Mila menolak.Kunaiki dan kutindih tubuhnya kugosok2an penisku di bibir vaginanya sebelum penisku kumasukkan ke vaginanya, Mila berbisik” Aku masih perawan mas dan mas adalah pria pertama dalam hidupku”. Aku nggak perduli akan ucapannya, langsung aja kuhujamkam penisku kedalam vaginanya walau agak susah namun kupaksakan dan dapat masuk dan kutekan dalam2.Mila merintih kesakitan,agar nggak teriak kukulum bibirnya. Namun beberapa saat kemudian Mila dapat menyesuaikan diri. Mila mendesah dan merintih ketika aku mengeluarmasukkan penisku didalam vaginanya sesekali kutekan dalam2.

 
Sungguh nikmat tubuhnya Mila, terus kukeluarmasukan penisku dan tanpa terasa tubuh kami berua mengejang dan kami berdua mecapai orgasme secara bersamaan.Mila dan aku dapat mencapai klimaks bersamaan dan spermaku membasahi di dalam vaginanya. Ketika penisku kukeluarkan dari dalam vaginanya ada bercak darah di penisku.Kuajak Mila ke kamar mandi dan kubersihkan tubuhnya setelah itu kami berpakaian.Mila minta kepadaku agar menjaga rahasia apa yg telah kami perbuat.Setelah itu kami keluar toko dan Mila seolah2 nggak terjadi apa2 dan pulang kerumahnya begitu juga aku.

Rabu, 15 Mei 2013

Anak kost mamaku


Cihuuyyy! Aku mau pulang ke Indonesia! Kangennya aku sama jual film dewasa kota Kembang tempat kelahiranku, teriakan kernet angkot "Dago! Dago! Dago, Neng?" Kangen sama cowok-cowok Indonesia yang keren. Kangen sama makanan Indonesia yang khas. Yep! It's time for serious ngeceng dan makan sebanyak-banyaknya. Bukannya aku jarang pulang, walaupun tidak rutin, aku sering pulang di saat liburan sekolah, kali ini sedikit lain karena tidak ada lagi ikatan sekolah.

Akhirnya aku lulus kuliah beberapa bulan yang lalu. Cihuy lagi! Good Bye, School! Tak mungkin aku akan balik lagi ke tempat yang disebut learning institution; dingin-dingin/panas-panas harus ke kampus, ngantuk/lelah harus belajar, lapar/haus harus ditahan, di saat ujian aku hanya tidur tiga jam sehari. Temanku malah sampai kencing darah karena keseringan menahan pipis (demi belajar?). Hhhh... "sigh" higher education sucks! Mendingan hidupku yang sekarang, duduk di office yang nyaman dan bekerja menurut jadwalku sendiri. Yah, inilah yang namanya bersusah-susah dahulu, bersenang-senang kemudian.

Anyways, cerita dewasa ini terjadi ketika umurku 21 tahun. Setamat kuliah di US, aku sempat kerja part time beberapa bulan. Aku belum menginginkan pekerjaan yang tetap disebabkan oleh alasan kepingin istirahat. Personal status pada waktu itu; sudah punya pacar, seorang pria bernama Venis (not with the P, but V) kepada siapa aku telah mempersembahkan milikku yang paling berharga, namun kini rasanya aku inginkan hubungan ini berakhir. Yang namanya spiritual, emotional, intellectual connection itu tidak terasa di antara kami, mungkin yang eksis cuma intellectual. Paling sulit memang mendapat restu dari Venis untuk pergi jauh darinya berbulan-bulan. Sudah kukatakan kepadanya bahwa aku perlu "break" (hei! aku perlu membuka kesempatan bagi pria-pria lain untuk mendekatiku dong). Tapi dia tidak setuju. Ya sudah, aku tinggal saja.

Keberangkatanku agak mengharukan. Rasa kehilangan itu ada, terhadap kekasih yang aku tinggal (Venis adalah lelaki yang mengisi hatiku setelah Ade, some of you may already know the history with him). Entah apa yang akan terjadi jika aku balik lagi ke negeri ini, akan bersama lagikah kami? Aku sempat meneleponnya waktu transit di Changi untuk menyatakan kerinduanku. Tapi, perasaan galauku lenyap begitu aku melihat Mama menjemputku di bandara Cengkareng. Ketika aku keluar dari bandara, suasana jauh berbeda. Wuihh! gerahnya kota ini. (dan... belum apa-apa sudah lihat cowok kece di restoran!)

Pertama-tama yang kulakukan setiba di Bandung yaitu merayu Mama sampai dia membelikan mobil untukku. Pada mulanya dia memang memenuhi permintaanku, tapi yang dikabulkan; Charade, yang mesinnya cuma 1000cc itu! Kontan aku protes keras. "Maaa, sing baleg atuh. Masa Khristi disuruh bawa mobil sekecil itu sih? Mana aman? Ditubruk orang langsung mati deh berikut penumpangnya. Di Amrik mobil Khristi ampir 3000cc!" Permintaanku memang macam-macam, perlu yang otomotis pula, "Sini kan di mana-mana macet melulu, entar betis Khristi gede sebelah gimana?!" Aku masih merengek-rengek. Banyak pertentangan yang keluar dari mulut Mama yang dinamakan "issues", mengenai jalan di Indonesia yang sempit-sempit, bahwa dia juga mesti pinjam uang sana sini, bahwa Papa kurang setuju. Ya sudah deh, aku mengalah, habis anak Mama sih. Akhirnya aku dapat mobil Honda Civic, yang kalau tidak salah nama resmi Indonesianya "Genio". Lumayan walaupun bukan brand new, aku cukup puas, otomatis lagi.

Dengan modal mobilku ini, aku jalan-jalan kesana kemari sendiri, sambil mengenali kembali jalan dan tempat yang sudah lupa-lupa ingat. Aku tidak suka disupiri, not my style. Well, dengan bekal pengalaman nyetir di Amerika, aku nekat keluyuran di jalan-jalan yang sempit dan tidak beraturan itu, kadang ditemani kadang tidak menghindari lalu lintas yang ramai polisi sebab aku tidak punya SIM (akhirnya tertangkap ketika ada razia). Aku menemui beberapa teman lama, mengunjungi sanak saudara, keluar masuk pusat-pusat perbelanjaan, fitness, dan lain sebagainya.

Ada juga beberapa tawaran pekerjaan datang dari kenalan. Aku tolak dengan halus. Hmph! dalam hati aku bersungut-sungut, yang benar saja, untuk apa aku kerja di sini, kalau mau cari duit tentunya aku akan cari pekerjaan di negeri Paman Sam.

Kadang-kadang cerita dewasa aku kesepian tidak ada teman di siang hari, kawan-kawanku ternyata sibuk semua, entah sibuk benaran atau pura-pura. Biarlah, mereka dan aku memang susah menyambung lagi. Aku hanya memiliki sepupu yang dari dulu dekat denganku dan dua teman dekat. Seharusnya kakak laki-lakiku bertanggung jawab, aku ingin dia mengenalkanku pada teman laki-lakinya dan harapanku salah satu dari (mereka) keluar sebagai "the perfect guy", supaya aku kecantol padanya dan tidak usah balik lagi ke US. Sialnya, sampai sekarang yang dia kenalkan cuma satu, dan aku tidak berminat.

Pernah ketika pergi dengan segerombolan kawan-kawan yang lain, aku bertemu kakak kelasku yang pernah aku taksir dulu. Selama tiga tahun di SMP aku memperhatikannya! Entah dia mengetahui hal ini atau tidak, tapi hhhh... lemas aku ketika melihatnya lagi sekarang, yang jelas dia jauh dari apa yang kubayangkan, sangat mengecewakan, tsk, tsk, tsk! Kelihatannya hidup yang susah telah merubah manusia.

 
Di belakang rumah kami di daerah Sukajadi, Mama membuka bisnis sendiri yang oke punya. Mama memang hebat. Dia terlatih untuk memanfaatkan banyak hal dalam segala ketidakmampuannya, terutama di saat-saat Papa "kurang" bertanggung jawab. Dia telah mampu me-manage beberapa unit di belakang rumah kami dan memutarnya menjadi tempat kost, yang sekarang jumlah kamarnya ada dua puluh buah, semuanya senantiasa terisi. Penghuninya melebihi 25 orang, ada beberapa kamar yang dihuni dua orang. Mereka umumnya terdiri dari pria dan wanita berusia 17-27 tahun, bekerja atau kuliah, belum nikah. Ada beberapa jenius yang kuliah di perguruan tinggi terkenal, banyak yang sudah tinggal di sini bertahun-tahun, malah ada yang ketemu jodoh di sini dan menikah lalu pindah keluar untuk membina rumah tangganya sendiri. Macam-macam orang dari seluruh pelosok negara Indonesia.

Lama-lama tinggal di rumah, aku jadi mengenali penghuni kost di belakang. Kebanyakan dari mereka tidak ada di rumah di siang hari. Tapi menjelang sore, ruang dapur, beberapa ruang duduk, ruang tamu, bahkan di lorong-lorong yang tidak tersedia kursi pun menjadi semarak. Mereka sibuk makan, masak, ngobrol, main kartu, masuk-masuk kamar orang lain dan sok menjadi tuan rumah di kamar sendiri.

Aku menjadi akrab dengan cerita dewasa beberapa dari mereka, salah satunya adalah Randy. Kami memanggilnya Duren. Duren hanya beberapa bulan lebih tua dariku, asal Jakarta, di Bandung bekerja sambil kuliah, orangnya paling ngocol. Wajahnya biasa-biasa saja, tapi bodinya oke banget, pantatnya terlihat padat berisi (later I found out bukan cuma pantatnya yang padat berisi). Setiap hari dia cuma ngantor beberapa jam dan selebihnya lebih sering di rumah. Dialah yang sering kuajak menemaniku keluyuran. Katanya dia sudah kost di sini sejak aku pulang tahun lalu. Yang lainnya adalah Donat, pelesetan dari Doni, penghuni terlama di sana, umur 23-24, tampan, kulitnya putih sekali, otaknya super encer, sayangnya agak pemalu. Menurutku dia benar-benar pemalu. Kami senang sekali menggodanya dan "menodong" makanan di kamarnya.

Well, masih banyak lagi tenant-tenant (pria atau wanita) yang lucu atau "bagus", tapi umumnya sudah punya pasangan. Seperti Fendi dan Tikno yang pacarnya manis dan imut. Tentunya aku tidak punya niat apa-apa terhadap mereka, sampai pada suatu hari. Malam Minggu, rumahku sepi, adik dan kakakku pergi, Papa keluar kota, Mama barangkali arisan. Adikku yang perempuan (masih ABG) kencan dengan pacarnya, hmmm... entah dia masih perawan atau tidak. Aku sendiri lebih memilih duduk di kamar baca novel.

Teman kakakku tadi menelepon mengajakku keluar, tapi aku malas. Terakhir aku keluar bersama dia minggu kemarin. Bukan salahnya memang kalau di acara itu salah satu ban mobilnya tertusuk paku sehingga acara date kami jadi berantakan, setengah jam dia harus berutak-utik dengan ban menyebabkan tangan serta bajunya hitam-hitam.

Well, guess what? Another incident. Baru dua hari yang lalu, aku dibonceng motor oleh seorang temanku yang lain dalam rangka cari makan malam. Tahu-tahu setelah makan, datang ide gila. Bukannya pulang, kami berputar haluan ke Lembang, hanya berbaju lengan pendek tanpa jaket. Selain badan beku kedinginan, motor pun ngadat dalam perjalanan pulang, di tempat sepi lagi (sampai ngeri aku).
Ada apa sih antara aku dengan mobil/motor teman-temanku? Tapi yah, sedikit banyak inilah sebabnya aku memilih diam di rumah yang tenang. Bosan baca buku, aku menghampiri cermin besar lemariku. Aku menatap wajahku sendiri, lalu tersenyum menunjukkan sederetan gigi putih, terlihat olehku senyumku sendiri yang menawan, yang ampuh memikat hati lawan jenisku. Bahkan gynekolog-ku yang tampan namun sudah berumur memandangku dengan sungguh-sungguh dan berkata, "Khristi, you have a really pretty smile!" Aku lepaskan setiap potong pakaianku, lalu kulihat bayanganku di sana. Wajahku memang cantik, tidak sedikit orang yang bilang begitu. Tubuhku yang cukup tinggi semampai terlihat jauh dari buruk. Aku harus bersyukur dengan pemberian yang ini, aku bisa makan apa saja yang aku suka sebanyak-banyaknya, tidak perlu diet, dan bentuk tubuhku tetap langsing (olahraga tetap diperlukan tentunya). Aku melarikan tangan dan jariku dari leher ke dada, berputar di bukit dada, kedua tanganku meremasi buah dadaku dan desahan-desahan lirih mulai keluar dari mulutku. Aku jadi terbawa nafsuku sendiri.

Aku berjalan mendekati jendela-jendela besar yang terbuka. Angin malam bertiup memasuki kamarku, namun justru terasa sejuk sekali menerpa kulitku. Aku duduk bertengger di salah satu jendela itu. Kaki kanan di bagian dalam kamar dan kaki kiri terjuntai bebas di luar. Di jendela inilah aku sering memuaskan diriku sendiri, menggunakan vibrator yang berbentuk kemaluan Venis (hadiah dari Venis tentunya) dan melakukan solo seks disaksikan genting-genting rumah dan langit nan biru, dan kadang-kadang kucing yang lewat mengejutkanku (atau mungkin juga oleh penghuni kost yang kebetulan melongokkan kepalanya keluar?). Malam itu yang kubayangkan adalah Riko, cowok kece yang sempat mengejarku di masa kuliah, namun kutolak karena aku sudah bersama Venis. Hmm... minggu depan aku akan ke Jakarta menemuinya.

Beberapa menit kemudian, berahiku yang tadi menggebu-gebu mereda. Aku berpakaian kembali celana pendek jeans yang lusuh, kaos putih tak berlengan serta kemeja kedodoran, tanpa pakaian dalam sama sekali. Aku ambil semua uang Rupiahku di dompet, lalu turun menuju belakang rumah. Jam-jam begini di malam Minggu, tentunya beberapa cowok-cowok yang kost sedang berjudi. Aku akan ikut main kali ini. Selama ini aku hanya nonton, pernah iseng-iseng aku sampaikan bahwa aku ingin ikut serta, mereka tidak mengijinkan.

Ini memang sudah menjadi aktivitas rutin di sini. Kadang mereka berjudi nonstop sampai Senin pagi, akhirnya bolos kerja. Kadang, yang memiliki pekerjaan tidak sungkan menghabiskan seluruh upah sebulannya dalam satu malam. Benar-benar edan! yang kalah dan uangnya ludes tentunya harus berhenti main, kecuali ada yang meminjamkan. Tetapi sebaliknya, lain dengan yang kualami di Las Vegas, yang menang tidak bisa keluar begitu saja, dia harus main sampai semua sepakat permainan berakhir.

Ada empat orang yang sedang main; Randy alias Duren, Tikno dan Fendi yang masing-masing menarik namun sudah punya pacar, Jojon yang berduit dan agak gemuk; dan seorang yang cuma nonton; Tompel alias Thomas yang berkacamata dan tertua umurnya. As you can see, semua cowok-cowok yang single diberikan nickname. Donat yang pemalu bersama dua orang lain ada di ruang satu lagi sedang nonton TV, mereka tidak pernah ikut-ikut judi.

Aku menempatkan pantatku di kerumunan orang itu. Huh! Bau sekali! Semua perokok, kecuali Duren, dan mereka dengan seenaknya meniupkan asapnya kemana saja dengan cuek bebek. Sambil mengendus-endus di balik kemejaku mencoba menghirup udara yang lebih segar, aku mendongkol dalam hati. Aku sudah komplain satu dua kali, tapi tentu saja percuma. By the way, what is it with cigarettes and Indonesian people?

Setelah berbasa-basi, aku menyerukan, "Ikut main!" Beberapa cowok memandangku dan tersenyum, yang lain lebih konsentrasi ke kartu di tangannya. Eh, sialan, aku memang kurang dianggap, disangkanya aku anak kecil atau apa. Aku berbisik ke Duren (yang lebih dekat denganku) bahwa aku serius ingin main. Dia yang biasanya baik pun tidak begitu peduli kali ini. Dasar! cowok-cowok bila sedang terbawa hobby memang begitu, hobby menjadi nomor satu, well... sebetulnya ini lebih mirip addiction, Tikno dan Fendi bahkan sebelum jam 10 malam telah memulangkan pacarnya masing-masing supaya bisa berjudi.

Kutunggu sebentar. Beberapa hanya melemparkan pandangannya padaku, terkadang ke arah tungkaiku yang tak tertutup. Kesal juga aku! Aku tanya lagi, "Ren, kenapa sih aku enggak boleh ikutan?"
"Jangan. Nanti Mama marah," katanya.
"Ini uangku sendiri."
Yang di kantong memang uangku sendiri, tapi aku melupakan bahwa Mama baru saja membelanjakan uangnya sendiri untuk mobilku.
"Ikutan! Kalah ya kalah! Aku nggak mau cuma duduk bengong!" tekatku.
Aku menanggalkan kemejaku dan mengeluarkan semua uangku.

Nah, sekarang semua cowok yang ada lima orang mengalihkan perhatiannya padaku. "Kartu baru, aku masuk!" Aku tahu mata mereka sempat menangkap dua tonjolan di dadaku yang mengacung di balik kaosku. Ukurannya tidak besar memang, tapi cukup menggiurkan, who says they have to be big to be beautiful? Kaos putih polos yang pas di tubuhku (tidak ketat dan tidak juga kedodoran) seakan menunjuk ke mana exactly puting susuku terletak. Biar saja, aku memang bukan anak kecil lagi, pasti dengan begitu mereka takkan menolak aku main. Kalau masih menolak, aku akan pergi! Hayo! enggak rela kan?

Lima pasang mata lelaki di sekelilingku mulai sering melirikku. Pikiranku mulai nakal. Walaupun aku bukan penggemar group seks, berada di tengah lima laki-laki atraktif dan menjadi pusat perhatian mereka tak enggan membuat darahku naik. Aku tergoda untuk makin menarik perhatian mereka. Sambil menunggu permainan itu berakhir, aku melipat kaki dan tanganku dengan gayaku yang khas, perlahan tapi pasti, memperlihatkan lipatan antara paha dan pantatku dan juga memperjelas bentuk buah dadaku. Kini mereka tak malu-malu "menonton" aku. Aku tersenyum menang. Aku melarikan lidahku membasahi bibirku. Lalu sambil mengikat rambutku ke belakang membuat buntut kuda, perlahan-lahan aku membuka kedua pahaku dan menutupnya kembali; aku bikin scene seperti Sharon Stone di Basic Instinct di mana dia memamerkan bulu kemaluannya saat diinterogasi polisi-polisi. Hmm... aku sangat menikmati wajah-wajah terkejut dan takjub di sekelilingku, lima pasang mata semua tertuju ke arahku, tak terhalangi meja karena tinggi meja tengah itu hanya selutut. Aku yakin beberapa dari mereka sempat mengintip sesuatu di selangkanganku. Mungkin hanya sedikit bulu-bulu halus, mungkin juga bibir kemaluanku... entahlah, aku tidak pernah double check. Tapi hasilnya: Instant Erection.

 
Berkali-kali aku praktekan "show" ini di depan pacarku seorang; tapi kini di hadapan lima laki-laki strangers, oh...! sensasi yang muncul lima kali lebih nikmat. Imajinasiku mengalir dengan bebas... andai musik jazz di latar belakang diubah menjadi freestyle/house music, rasanya aku bisa menari-nari mempertunjukkan strip show. Aku berdiri di tengah-tengah mereka menggantikan kartu-kartu menelanjangi diriku sendiri, sambil meliuk-liukkan pinggulku aku singkapkan kemolekan satu persatu anggota tubuhku dari yang "wajar-wajar saja" ke yang paling private, semuanya terungkap tidak menyisakan sedikitpun tanda tanya dalam imajinasi mereka. Lalu berakhir dengan aku di atas meja disetubuhi mereka satu demi satu bergiliran, atau... tubuhku tak berpijak, terayun-ayun di udara sementara dipapah tangan-tangan kokoh sebagian dari mereka dan sebagian lagi bergerak memuaskanku.

Ahem... well, tidak sampai itu tentunya. Bahkan, bukan seperti biasanya aku begini, aku adalah orang yang lebih mengandalkan otakku untuk menarik perhatian cowok, ini adalah pertama kalinya aku berbuat kotor. Dari dulu aku memang anak remaja yang polos, sampai bertemu Venis. Dia telah banyak mengenalkan aku hal-hal yang baru.

Di tengah ruang itu kami hanya berbincang-bincang, sedikit ngeres. Menyegarkan memang, apalagi melihat batang kemaluan Tikno yang berdiri tegang dengan bebas, dia sama sekali tidak berusaha menutupi, berbeda dengan Jojon yang ngumpet-ngumpet membetulkan letak kemaluannya. Hihihi... Walaupun duitku hampir ludes, aku sempat mengorek banyak dari mereka. Dengan gencar bertanya ini itu (mengenai topik-topik yang hanya pantas dibahas oleh orang dewasa), namun berkelit jika ditanya. Well, dari sini aku mendapat pengetahuan yang lumayan, termasuk terminologi seks Indonesia yang tak pernah kudengar sebelumnya.

Aku teringat Donat. Untung Donat sedang nonton TV di ruang lain. Laki-laki yang baik itu tentunya sudah pingsan jika melihat adegan tadi, atau mungkin kabur menjauh. Pernah satu kali aku mengenakan blouse v-neck yang menunjukkan sedikit bukit atas dadaku, dia sampai menelan ludah berkali-kali. Aku berani bertaruh dia tidak pernah menyentuh wanita seumur hidupnya.
Seminggu kemudian. Di suatu hotel di Jakarta

Malam hari di atas ranjang, aku merenungkan Duren yang sedang berbaring di sofa, tidak berselimut atau berbantal. Dia tidak tega meninggalkanku sendiri menginap di hotel. Rencananya dia akan pulang ke rumah orang tuanya sendiri di Jakarta, tapi di menit-menit terakhir dia ingin menjagaku. Kelihatannya dia mengkhawatirkan aku. Besok Riko, cowok yang ganteng itu akan datang menemuiku di hotel ini. Mungkin Duren takut Riko akan datang malam ini juga mengetahui bahwa aku sendirian. Mama memang mempercayakan aku kepada Duren. Mulanya Mama menyuruhku menginap di rumah saudaranya kalau aku ingin jalan-jalan keliling Jakarta tapi aku tidak suka numpang-numpang di rumah orang lain.

Aku tertidur. Tengah malam jam 2 aku terbangun. Aku lihat Duren masih di sofa, sedang berusaha tidurkah? Kasihan dia, tentunya kedinginan. Kupikir dia baik sekali, rela kedinginan dan tidur di sofa, dan tidak sedikitpun keluhan keluar dari mulutnya. Cowokku sendiri tentunya akan protes keras disuruh tidur di sofa.
"Ren, matiin aja AC-nya," aku usul.
Dia bergerak memberi respon. Ternyata dia memang tidak bisa tidur.
"Engga usah Khris, nanti kamu kepanasan."
Aku memang benci kepanasan, dimana-mana aku selalu menyalakan AC.
"Tidurnya enggak nyaman ya?"
"Nggak papa kok."

Setelah kupikir-pikir, akhirnya aku menawarkan dia untuk tidur di sisiku. Tawaranku diterimanya. Duren tidak tidur, aku tahu. Kami berdua tidak bisa tidur. Aku sendiri tidak memikirkan akan kemungkinan yang bisa terjadi. Selama ini aku dekat dengan Duren, kadang-kadang di saat-saat casual aku menempatkan tanganku di pahanya, atau tangannya memegang bahuku. Dia tidak pernah kurang ajar, bahkan setelah kami berjudi bersama minggu lalu. Tapi tiba-tiba kesunyian itu pecah, Duren menindihku, menyerbu leher dan wajahku dengan ciumannya yang bertubi-tubi. Dia mendesah, "Napasmu membuat aku tidak bisa tidur." Ciumannya enak sekali, panas dan penuh bara, terasa lain dari yang pernah kurasakan. Memang aku kaget, tapi setelah kaget itu hilang, aku tidak menolak meskipun tidak juga membalas. Tangannya menyerbu dada, pinggang dan pantatku. Aku merasakan tonjolan keras di celananya menekan-nekan tubuhku. Sshhhh... tak tahan aku tidak menyentuhnya, tanganku menyusup ke dalam celana pendeknya dan meremas bagian itu dan melepasnya kembali. Ciumannya turun ke dadaku sambil berusaha menelanjangi bagian itu. "Oh... jangan Ren, jangan ke sana," aku mempertahankan bajuku sambil menggelinjang geli. Duren berdiri melepas semua baju dan celananya sendiri, lalu tangannya beralih dengan cepat memelorotkan celana pendekku tanpa sempat kucegah. "Ren! tolong jangan lakukan," aku memohon. Ciumannya memang sedap, tapi aku tidak sudi disetubuhinya. Duren kembali mencumbu bagian wajahku.

 
Aku mulai berpikir. Apa yang sedang kulakukan? Selama ini hanya ada satu pria yang pernah menyetubuhiku. Dia adalah kekasihku sendiri. Setelah mendapatkan hatiku, dia harus berjuang keras berbulan-bulan untuk mendapatkan tubuhku. Lantas, siapa orang di hadapanku ini? Kenal juga baru-baru ini. Tidak bisa! aku menjerit. Ren, pergi kau. Aku tidak sehina itu. Aku dorong tubuhnya kuat-kuat. Kakiku menendang-nendang di udara. Rupanya nafsu Duren yang sudah tinggi mengalahkan segala-galanya. Dengan segenap tenaganya, dia menekan tubuhku, berhasil mengoyakkan celana dalamku dan mengarahkan batang kemaluannya ke arah liang kemaluanku. Belasan kali dia mengarahkan, belasan kali pula aku mengelak. Akhirnya di saat aku lelah, dia keluar sebagai pemenang. Dia menghunjami tubuhku dengan barangnya yang besar. Besar dan panjang sekali. Aku tak berdaya. Hatiku sakit, kewanitaanku perih. Aku hanya memejamkan mata dan menangis. Semenit kemudian, dia berkata, "Jangan khawatir, aku akan bertanggungjawab." Heran, kubuka mataku. Nyatanya dia sudah selesai.

Aku berbaring lama sambil berpikir. Apakah Duren sudah menumpahkan air maninya di dalam tubuhku? Rasanya terlalu cepat. Tapi dia bilang dia akan tanggung jawab? Apa maksudnya? Hah! maksudnya kalau aku hamil? Apaan? Aku tidak mau dinikahinya sekalipun aku hamil. Sekolahnya belum selesai dan kerja pun belum mapan. Suara "Maaf" terdengar sayup-sayup. "You used me," desisku.

Setelah kurasakan tenagaku kembali, aku berdiri, memakai celanaku. Lalu ke dekat pintu memungut sepatuku yang bertumit 10 senti. Bukan tumit lancip yang mampu melubangi kepala Duren, tapi cukup keras untuk membuat tubuhnya biru-biru. Dengan histeris, aku menyerangnya dengan sepatu itu. "Kalau pacarku tau, dia akan terbang ke sini dan menembakmu."

So, inilah permulaan dari segalanya. Pertama kalinya aku mengkhianati kekasihku yang jauh. Berkhianatkah aku? Aku memang sudah berniat meninggalkannya. Ini pula awal aku merubah banyak hal dalam hidupku. Aku memang bertemu Riko di pagi harinya sementara Duren pulang ke rumahnya. Riko... dia orang yang "lain", tampan dan simpatik, kuakui aku pernah menyukainya. Umurnya sudah 25, punya bisnis sendiri di ITC Roxy Mas. Dua tahun yang lalu dia muncul dalam hidupku dan mendekatiku, tapi harus kujauhi karena Venis telah masuk dulu. Alasan aku menemuinya kali ini adalah memberikan kesempatan untuk membuktikan masih adakah chemistry itu. Akan tetapi, mau apa lagi sekarang? Semangatku sudah putus.

Hari-hariku berikutnya... aku malu mengakuinya setelah apa yang dilakukannya terhadapku, aku menjalin hubungan yang lebih dekat dan intim bersama Duren. Perbuatan yang tidak bisa kubanggakan. But we had fun together, just for the sex and lust, no love not great sex, but good enough for the time being. Tinggal di atap yang sama. ML di setiap kesempatan datang. Di kamarnya. Di kamarku. Di kamar mandi. Di atap rumah. Di pinggir jalan raya di dalam mobilku. Bahkan di boncengan motornya.

Akibatnya harus kutanggung sendiri. Kami tidak pernah menggunakan protection. Aku ternyata hamil beberapa saat kemudian. Lucky me, aku bisa mendeteksi hal ini awal sekali. Duren sama sekali tidak bertanggung jawab. Dari mana dia punya uang untuk berbuat apa-apa, apalagi dia termasuk penjudi. Pernah terbayang di benakku aku menjadi istrinya, hidup dalam kemiskinan, walaupun mungkin the sex could be great. Untung akal sehatku masih bekerja. Aku mengambil langkah untuk menggugurkan janinku pada tahap kehamilan yang cukup dini. Ini merupakan dosa terbesar dalam hidupku: mengakhiri hidup sebuah janin karena ulahku sendiri.

Bukan itu saja. Duren tidak pernah punya kekasih selulus SMA, kadang- kadang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, dia berhubungan dengan perempuan bayaran di Saritem. Rasa takut akan terhinggap penyakit STD menghantuiku berbulan-bulan setelah perpisahan kami. Akhirnya aku mendapat keberanian untuk ke lab untuk mengecek diri. Hoping for the best and expecting the worst...? no, no, actually, I couldn't even expect anything, I was just hoping and hoping and praying to my god. Bahagia sekali ketika hasil test HIV itu keluar negatif. Sejak insiden itu aku bersumpah kepada diri sendiri bahwa aku tidak akan pernah gegabah lagi.

Semoga cerita di atas bisa dapat menjadi contoh pelajaran buat pembaca. Ummm... gimana ya? nyata atau tidaknya kisah ini adalah rahasiaku sendiri, persis seperti kisah-kisahku yang sebelumnya... dan yang akan datang, kalau mau menghubungiku melalui email, khususnya cewek cewek yaaa! Sampai jumpa di lain cerita.